FMEA di Rumah Sakit – Penjelasan Mudah & Contohnya

FMEA di Rumah Sakit – Penjelasan Mudah & Contohnya
FMEA di Rumah Sakit

Terdapat banyak contoh penarikan produk (product recall) yang mencolok akibat desain produk dan/atau proses yang buruk. Yang terakhir heboh tentu terkait dengan skandal atau kasus yang menimpa Daihatsu.  Kegagalan-kegagalan ini banyak diperdebatkan di ruang publik baik oleh produsen, penyedia layanan, dan pemasok. Seluruh unsur dapat digambarkan sebagai pihak yang tidak mampu menyediakan produk yang aman. Failure Mode and Effects Analysis atau FMEA di Rumah Sakit adalah sebuah metodologi yang bertujuan memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi kegagalan pada tahap desain dengan mengidentifikasi semua kemungkinan kegagalan dalam sebuah desain atau proses.

 

Dikembangkan pada tahun 1950-an, FMEA merupakan salah satu metode peningkatan keandalan (reliability) terstruktur yang paling awal. Saat ini, FMEA masih merupakan metode yang sangat efektif untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kegagalan dalam berbagai industri, termasuk industri kesehatan dan rumah sakit.

 

Di rumah sakit, FMEA bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam proses perawatan pasien. Dengan melakukan FMEA, rumah sakit dapat mengevaluasi setiap tahapan proses mulai dari penerimaan pasien, pemeriksaan, pengobatan, hingga pemulangan pasien. Potensi kegagalan seperti kesalahan pengobatan, infeksi nosokomial, keterlambatan layanan, dan insiden keselamatan pasien lainnya dapat diidentifikasi dan ditindaklanjuti.

 

FMEA membantu rumah sakit untuk meningkatkan keamanan dan kualitas layanan dengan cara:

  1. Mengidentifikasi dan memprioritaskan area berisiko tinggi
  2. Mengevaluasi dampak dari setiap kegagalan potensial
  3. Merekomendasikan tindakan pencegahan dan kontrol
  4. Meningkatkan proses secara berkelanjutan

 

Dengan menerapkan FMEA, rumah sakit dapat meminimalkan risiko, mengurangi insiden yang tidak diharapkan, meningkatkan kepuasan pasien, dan pada akhirnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

 

Mari kita bahas lebih lanjut.

 

Apa itu FMEA di Rumah Sakit?

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah pendekatan terstruktur untuk menemukan potensi kegagalan yang mungkin ada dalam desain suatu produk atau proses.

 

Mode kegagalan (failure modes) adalah cara-cara di mana suatu proses dapat gagal. Efek (effects) adalah cara-cara di mana kegagalan tersebut dapat menyebabkan pemborosan, cacat atau hasil yang merugikan bagi pasien. FMEA dirancang untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan membatasi mode kegagalan ini.

 

FMEA bukan pengganti praktik pelayanan kesehatan yang baik, tetapi justru meningkatkannya dengan menerapkan pengetahuan dan pengalaman dari Tim Lintas Fungsi (Cross Functional Team/CFT) untuk meninjau kemajuan desain suatu produk atau proses dengan menilai risikonya terhadap kegagalan.

 

Ada dua kategori besar FMEA, yaitu Design FMEA (DFMEA) dan Process FMEA (PFMEA).

 

Dalam konteks rumah sakit, DFMEA berfokus pada identifikasi potensi kegagalan dalam desain produk atau layanan kesehatan. Misalnya, desain alat kesehatan, formulasi obat, atau prosedur klinis baru. Sedangkan PFMEA berfokus pada identifikasi potensi kegagalan dalam proses perawatan pasien, seperti penerimaan, pemeriksaan, pengobatan, hingga pemulangan pasien.

 

FMEA di rumah sakit melibatkan tim lintas fungsi yang terdiri dari dokter, case manager, supervisor, perawat, ahli biomedik, apoteker, manajer risiko, dan pihak terkait lainnya. Mereka mengidentifikasi semua kemungkinan mode kegagalan, menilai efek dan tingkat keparahannya, serta memberikan rekomendasi untuk tindakan pencegahan dan kontrol.

 

Beberapa manfaat FMEA di rumah sakit antara lain:

  • Meningkatkan keamanan pasien dengan mengidentifikasi dan mengurangi risiko keselamatan
  • Memperbaiki proses perawatan untuk mengurangi kesalahan medis dan kejadian tidak diharapkan
  • Memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan standar akreditasi rumah sakit
  • Meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan menghilangkan pemborosan
  • Meningkatkan kepuasan pasien dengan menyediakan layanan berkualitas tinggi

 

FMEA merupakan alat penting untuk manajemen risiko dan peningkatan mutu berkelanjutan di rumah sakit. Dengan mengantisipasi dan mengurangi potensi kegagalan, FMEA membantu menjamin keamanan dan kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.

 

Mari kita bahas satu per satu apa itu Design FMEA (DFMEA) dan Process FMEA (PFMEA).

 

Design FMEA (DFMEA) di Rumah Sakit

Design FMEA (DFMEA) mengeksplorasi kemungkinan terjadinya malafungsi produk, masa pakai produk yang lebih pendek, serta masalah keamanan dan regulasi yang berasal dari:

  • Sifat Material
  • Geometri
  • Toleransi
  • Antarmuka dengan komponen dan/atau sistem lain
  • Kebisingan Rekayasa: lingkungan, profil pengguna, degradasi, interaksi sistem

 

Dalam konteks rumah sakit, DFMEA sangat penting untuk peralatan medis, desain fasilitas, dan prosedur klinis baru. Beberapa aspek penggunaannya meliputi:

 

Peralatan Medis

  • Menganalisis potensi kegagalan dalam desain peralatan seperti ventilator, defibrillator, pompa infus, dll yang dapat membahayakan pasien
  • Mengevaluasi sifat material (biokompatibilitas, ketahanan korosi), geometri, toleransi untuk produk sekali pakai dan implan
  • Mengidentifikasi masalah antarmuka dengan sistem lain seperti jaringan rumah sakit atau perangkat pemantauan pasien

 

Desain Fasilitas Rumah Sakit

  • Menganalisis potensi kegagalan dalam desain bangunan, ruang operasi, ruang perawatan intensif yang dapat membahayakan pasien dan staf
  • Mengevaluasi tata letak geometri, alur kerja, toleransi untuk memastikan lingkungan yang aman dan efisien

 

Prosedur Klinis Baru

  • Menganalisis potensi kegagalan dalam desain prosedur bedah, pengobatan, atau terapi baru yang dapat membahayakan pasien
  • Mengidentifikasi masalah lingkungan, profil pasien, degradasi dosis obat, dan interaksi dengan sistem/prosedur lain

 

Dengan DFMEA, tim lintas fungsi di rumah sakit dapat mengidentifikasi dan memitigasi risiko sejak dini dalam tahap desain. Ini membantu memastikan bahwa produk, fasilitas, dan prosedur yang baru diperkenalkan aman, efektif, serta sesuai dengan peraturan dan standar untuk perawatan kesehatan yang berkualitas.

 

 

 

Process FMEA (PFMEA) di Rumah Sakit

Process FMEA (PFMEA) mengidentifikasi kegagalan yang berdampak pada kualitas produk, menurunnya keandalan proses, ketidakpuasan pelanggan, serta bahaya keselamatan atau lingkungan yang berasal dari:

  • Faktor Manusia
  • Metode yang diikuti saat memproses
  • Material yang digunakan
  • Mesin yang dimanfaatkan
  • Dampak sistem pengukuran terhadap penerimaan
  • Faktor Lingkungan pada kinerja proses

 

Dalam konteks rumah sakit, PFMEA sangat penting untuk menganalisis proses perawatan pasien dan layanan pendukung. Beberapa aspek penggunaannya meliputi:

Proses Perawatan Pasien

  • Mengidentifikasi potensi kegagalan dalam proses penerimaan pasien, pemeriksaan, pengobatan, bedah, hingga pemulangan pasien
  • Menganalisis faktor manusia seperti beban kerja staf, komunikasi, kelelahan
  • Mengevaluasi metode/prosedur yang diikuti, seperti pemberian obat, sterilisasi alat, manajemen catatan medis

 

Proses Layanan Pendukung

  • Menganalisis layanan farmasi: pengadaan, penyimpanan, pelabelan, dan pendistribusian obat
  • Menganalisis layanan laboratorium: pengumpulan sampel, pengujian, pelaporan hasil
  • Menganalisis pengelolaan limbah medis dan kebersihan lingkungan rumah sakit

 

Sistem Manajemen Mutu

  • Mengidentifikasi kegagalan dalam proses akreditasi, audit, pemantauan, dan dokumentasi mutu
  • Mengevaluasi dampak sistem pengukuran kinerja terhadap penerimaan/penolakan layanan
  • Menganalisis faktor lingkungan seperti risiko bencana, manajemen darurat, dll

 

Dengan PFMEA, rumah sakit dapat mengidentifikasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam proses kunci yang dapat membahayakan pasien, menurunkan kualitas layanan, atau mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan. Ini membantu meningkatkan keselamatan pasien, efisiensi operasional, dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang diberikan.

 

Mengapa Kita Harus Melakukan Failure Mode and Effects Analysis?

Secara historis, semakin awal suatu kegagalan ditemukan, maka biayanya akan semakin rendah. Jika suatu kegagalan ditemukan terlambat dalam pengembangan produk atau peluncuran, dampaknya akan jauh lebih parah secara eksponensial.

Penemuan Mode Kegagalan Awal pada FMEA di Rumah Sakit
Penemuan Mode Kegagalan Awal pada FMEA di Rumah Sakit

FMEA adalah salah satu dari banyak alat yang digunakan untuk menemukan kegagalan pada titik terluanya dalam desain produk atau proses. Menemukan kegagalan sejak dini dalam Pengembangan Produk (PD) menggunakan FMEA memberikan manfaat:

  • Banyak pilihan untuk Memitigasi Risiko
  • Kemampuan yang lebih tinggi untuk Verifikasi dan Validasi perubahan
  • Kolaborasi antara desain produk dan proses
  • Perbaikan Desain untuk Manufaktur dan Perakitan (DFM/A)
  • Solusi dengan biaya yang lebih rendah
  • Pemanfaatan Pengetahuan Warisan, Pengetahuan Terdahulu, dan Pekerjaan Standar
Penemuan Mode Kegagalan Lanjut pada FMEA di Rumah Sakit
Penemuan Mode Kegagalan Lanjut pada FMEA di Rumah Sakit

Pada akhirnya, metodologi ini efektif dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kegagalan proses sejak dini sehingga Anda dapat menghindari konsekuensi buruk dari kinerja yang buruk.

 

Dalam konteks rumah sakit, beberapa aspek penggunaan FMEA antara lain:

Pengembangan Produk/Layanan Baru

  • Mengidentifikasi kegagalan potensial dalam desain peralatan medis, formulasi obat, atau prosedur klinis baru sedini mungkin
  • Memberikan peluang untuk memitigasi risiko dan memvalidasi perubahan sebelum peluncuran

 

Perbaikan Proses Perawatan Pasien

  • Menganalisis kegagalan dalam alur kerja seperti penerimaan, pemeriksaan, pengobatan, dan pemulangan pasien
  • Berkolaborasi dengan tim lintas fungsi untuk memperbaiki desain proses demi perawatan yang lebih efisien dan aman

 

Pembelajaran dari Insiden

  • Memanfaatkan pengetahuan warisan dan pengalaman staf untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial
  • Menerapkan pekerjaan standar dan praktik terbaik untuk mencegah terulangnya insiden serupa

 

Pengendalian Biaya

  • Menemukan dan memperbaiki kegagalan dini untuk menghindari biaya tinggi akibat komplikasi, tuntutan hukum, atau kerusakan reputasi

 

Dengan melakukan FMEA, rumah sakit dapat meningkatkan keselamatan pasien, efisiensi proses, kepuasan pelanggan, dan pada akhirnya meningkatkan mutu layanan kesehatan secara keseluruhan dengan biaya yang lebih rendah.

 

Kapan Waktu yang Tepat untuk Melakukan FMEA?

Ada beberapa waktu di mana melakukan Failure Mode and Effects Analysis menjadi hal yang masuk akal:

  • Ketika Anda merancang produk, proses, atau layanan baru
  • Ketika Anda berencana untuk melakukan proses yang sudah ada dengan cara yang berbeda
  • Ketika Anda memiliki tujuan peningkatan mutu untuk proses tertentu
  • Ketika Anda perlu memahami dan meningkatkan kegagalan dari suatu proses

 

Selain itu, disarankan untuk melakukan FMEA secara berkala sepanjang masa hidup suatu proses. Kualitas dan keandalan harus selalu diperiksa dan ditingkatkan untuk hasil yang optimal.

Dalam konteks rumah sakit, beberapa waktu yang tepat untuk melakukan FMEA antara lain:

  1. Pengembangan Produk/Layanan Baru
    • Saat merancang peralatan medis, formulasi obat, atau prosedur klinis baru
    • Saat memperkenalkan sistem informasi kesehatan atau teknologi baru
  2. Perubahan Proses Perawatan
    • Saat melakukan perubahan signifikan dalam alur kerja seperti penerimaan pasien, pemberian obat, atau manajemen operasi
    • Saat mengadopsi praktik terbaik atau pedoman terbaru dalam perawatan pasien
  3. Peningkatan Mutu Berkelanjutan
    • Saat memiliki tujuan peningkatan mutu untuk proses tertentu seperti manajemen risiko, keselamatan pasien, atau kepuasan pelanggan
    • Sebagai bagian dari siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act) untuk perbaikan proses secara berkelanjutan
  4. Analisis Insiden dan Pembelajaran
    • Setelah terjadi insiden seperti kesalahan medis, infeksi nosokomial, atau kejadian tidak diinginkan lainnya
    • Untuk memahami penyebab kegagalan dan mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan

 

Dengan melakukan FMEA pada waktu yang tepat, rumah sakit dapat mengantisipasi dan mengurangi risiko kegagalan, menjamin keamanan dan kualitas layanan, serta terus meningkatkan proses perawatan pasien secara berkelanjutan.

 

Cara Melakukan Failure Mode and Effects Analysis

FMEA dilakukan dalam tujuh langkah, dengan aktivitas kunci pada setiap langkah. Langkah-langkah ini dipisahkan untuk memastikan hanya anggota tim yang sesuai untuk setiap langkah yang diperlukan hadir. Kami menyadur pendekatan FMEA yang digunakan oleh Kami. Pendekatan ini telah dikembangkan untuk menghindari masalah-masalah umum yang menyebabkan analisis menjadi lambat dan tidak efektif. Model Tiga Jalur Kami memungkinkan prioritisasi aktivitas dan penggunaan waktu tim secara efisien.

 

Terdapat Tujuh Langkah dalam Mengembangkan FMEA:

  1. Pra-kerja FMEA dan Mengumpulkan Tim FMEA
  2. Pengembangan Jalur 1 (Persyaratan hingga Peringkat Keparahan)
  3. Pengembangan Jalur 2 (Penyebab Potensial dan Kontrol Pencegahan hingga Peringkat Kemunculan)
  4. Pengembangan Jalur 3 (Pengujian dan Kontrol Deteksi hingga Peringkat Deteksi)
  5. Prioritas Tindakan & Penugasan
  6. Tindakan Diambil / Tinjauan Desain
  7. Peringkat Ulang RPN & Penutup

 

Dalam konteks rumah sakit, langkah-langkah ini dapat diterapkan sebagai berikut:

Pra-kerja dan Tim FMEA

  • Tentukan proses atau produk yang akan dianalisis (misalnya proses pemberian obat, desain ventilator baru)
  • Kumpulkan tim lintas fungsi yang relevan (dokter, perawat, insinyur biomedis, apoteker, dll)

 

Pengembangan Jalur 1-3

  • Identifikasi mode kegagalan potensial dan rankingkan keparahannya (misal kesalahan dosis obat, kerusakan peralatan)
  • Analisis penyebab potensial dan kontrol pencegahan, lalu ranking kemunculannya
  • Tentukan kontrol deteksi seperti pemantauan, inspeksi, dan ranking deteksinya

 

Prioritas Tindakan

  • Hitung Risk Priority Number (RPN) untuk memprioritaskan mode kegagalan berisiko tinggi
  • Tetapkan tindakan korektif dan pencegahan untuk risiko prioritas

 

Tindakan & Tinjauan

  • Laksanakan tindakan perbaikan seperti revisi prosedur, pelatihan staf, modifikasi desain
  • Tinjau efektivitas tindakan yang diambil

 

Peringkat Ulang & Penutup

  • Hitung kembali RPN untuk memastikan risiko telah diturunkan ke tingkat yang dapat diterima
  • Tutup dan dokumentasikan FMEA jika risiko sudah dikendalikan dengan baik

 

Dengan melakukan FMEA secara terstruktur, rumah sakit dapat mengidentifikasi dan mengendalikan risiko yang berpotensi membahayakan pasien, meningkatkan keselamatan dan kualitas layanan, serta memenuhi persyaratan regulasi dan akreditasi rumah sakit.

 

Mari kita bahas lebih rinci langkah tersebut satu persatu!

 

Pra-Kerja FMEA dan Pembentukan Tim FMEA

Pra-kerja melibatkan pengumpulan dan pembuatan dokumen-dokumen kunci. FMEA akan berjalan lancar melalui tahap pengembangan jika dilakukan investigasi terhadap kegagalan masa lalu dan pembuatan dokumen persiapan sejak awal. Dokumen persiapan dapat mencakup:

  • Penghindaran Mode Kegagalan (Failure Mode Avoidance/FMA) Kegagalan Masa Lalu
  • Delapan Disiplin Pemecahan Masalah (8D)
  • Diagram Batas/Blok (Untuk DFMEA)
  • Diagram Parameter (Untuk DFMEA)
  • Diagram Alur Proses (Untuk PFMEA)
  • Matriks Karakteristik (Untuk PFMEA)

 

Daftar periksa (checklist) pra-kerja direkomendasikan untuk pelaksanaan FMEA yang efisien. Item daftar periksa dapat mencakup:

  • Persyaratan yang harus diikutsertakan
  • Asumsi Desain dan/atau Proses
  • Daftar Awal Material/Komponen
  • Penyebab yang diketahui dari produk serupa
  • Penyebab potensial dari antarmuka
  • Penyebab potensial dari pilihan desain
  • Penyebab potensial dari kebisingan dan lingkungan
  • FMEA Keluarga atau FMEA Dasar (FMEA Historis)
  • Metode Pengujian dan Kontrol yang digunakan sebelumnya pada produk serupa

 

Dalam konteks rumah sakit, pra-kerja FMEA dapat mencakup:

  • Mengumpulkan data insiden keselamatan pasien, keluhan, dan kegagalan proses yang terjadi di masa lalu
  • Menyiapkan diagram alur proses perawatan pasien saat ini (penerimaan, pemeriksaan, pengobatan, dll)
  • Mengumpulkan dokumen seperti kebijakan, prosedur operasional standar, dan pedoman klinis terkait
  • Membentuk tim lintas fungsi yang terdiri dari dokter, perawat, apoteker, insinyur biomedis, manajer risiko, dan pihak terkait lainnya

 

Persiapan yang matang sebelum pelaksanaan FMEA akan memastikan analisis dilakukan dengan efisien dan efektif, serta mencakup semua informasi penting yang dibutuhkan.

 

Berikutnya mari kita menuju langkah yang kedua!

 

Pengembangan Jalur 1 – (Persyaratan hingga Peringkat Keparahan)

Jalur 1 terdiri dari memasukkan fungsi, mode kegagalan, efek kegagalan, dan peringkat keparahan. Dokumen pra-kerja membantu tugas ini dengan mengambil informasi yang sebelumnya ditangkap untuk mengisi beberapa kolom pertama (tergantung lembar kerja yang dipilih) dari FMEA.

  • Fungsi harus ditulis dalam konteks kata kerja-kata benda. Setiap fungsi harus memiliki satuan terukur. Fungsi dapat mencakup:
    • Keinginan, kebutuhan, dan hasrat yang diterjemahkan
    • Spesifikasi dari sebuah desain
    • Regulasi pemerintah
    • Persyaratan spesifik program
    • Karakteristik produk yang akan dianalisis
    • Output proses yang diinginkan
  • Mode Kegagalan ditulis sebagai anti-fungsi atau anti-persyaratan dalam lima cara potensial:
    • Kegagalan fungsi penuh
    • Kegagalan fungsi parsial/terdegradasi
    • Kegagalan fungsi intermiten
    • Kegagalan overfungsi
    • Kegagalan fungsi tidak diinginkan
  • Efek adalah hasil dari kegagalan, di mana setiap efek individu diberikan peringkat Keparahan. Tindakan dipertimbangkan pada tahap ini jika Keparahan bernilai 9 atau 10.
    • Tindakan yang Direkomendasikan dapat dipertimbangkan yang berdampak pada desain produk atau proses yang mengatasi Mode Kegagalan dengan Peringkat Keparahan Tinggi (Keselamatan dan Regulasi)

 

Dalam konteks rumah sakit, pengembangan Jalur 1 FMEA dapat mencakup:

  • Mendefinisikan fungsi dan persyaratan proses perawatan pasien, seperti memberikan perawatan yang aman, efektif, dan tepat waktu.
  • Mengidentifikasi mode kegagalan potensial seperti kesalahan diagnosis, kesalahan pengobatan, infeksi nosokomial, keterlambatan layanan, dll.
  • Menentukan efek dari setiap mode kegagalan, seperti cedera pada pasien, komplikasi, peningkatan biaya perawatan, atau bahkan kematian.
  • Melakukan peringkat keparahan setiap efek kegagalan berdasarkan konsekuensinya terhadap pasien, dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan regulasi.
  • Merekomendasikan tindakan perbaikan desain atau proses untuk mengatasi mode kegagalan dengan peringkat keparahan tinggi, seperti revisi prosedur, pelatihan staf, atau perbaikan sistem.

 

Langkah ini penting untuk memastikan semua persyaratan kunci dalam perawatan pasien dipertimbangkan, serta mengidentifikasi dan memprioritaskan mode kegagalan berisiko tinggi yang membutuhkan tindakan pencegahan dan perbaikan segera.

 

Selanjutnya mari kita lihat rincian langkah ketiga!

 

Pengembangan Jalur 2 – (Penyebab Potensial dan Kontrol Pencegahan melalui Peringkat Kemunculan)

Penyebab dipilih dari masukan desain/proses atau kegagalan masa lalu dan ditempatkan dalam kolom Penyebab ketika berlaku untuk mode kegagalan tertentu. Kolom yang dilengkapi pada Jalur 2 adalah:

  • Penyebab Potensial/Mekanisme Kegagalan
  • Kontrol Pencegahan Saat Ini (misalnya pekerjaan standar, desain yang berhasil sebelumnya, dll.)
  • Peringkat Kemunculan untuk setiap penyebab
  • Klasifikasi Karakteristik Khusus, jika ada
  • Tindakan dikembangkan untuk mengatasi kombinasi risiko Keparahan dan Kemunculan yang tinggi, yang didefinisikan dalam Matriks Kritikalitas Kami

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, pengembangan Jalur 2 FMEA dapat mencakup:

  • Mengidentifikasi penyebab potensial dari mode kegagalan seperti kelelahan staf, kurangnya pelatihan, prosedur yang tidak jelas, kegagalan peralatan medis, atau masalah dalam alur kerja.
  • Mengevaluasi kontrol pencegahan yang ada seperti kebijakan, prosedur operasi standar, pelatihan berkala, pemeliharaan peralatan, atau mekanisme pengawasan.
  • Melakukan peringkat kemunculan untuk setiap penyebab berdasarkan frekuensi atau kemungkinan terjadinya.
  • Mengklasifikasikan karakteristik khusus yang membutuhkan perhatian lebih, seperti proses berisiko tinggi, langkah kritis, atau area rentan terhadap kesalahan manusia.
  • Mengembangkan tindakan untuk mengatasi kombinasi mode kegagalan dengan peringkat keparahan dan kemunculan yang tinggi, misalnya merevisi prosedur, memberikan pelatihan tambahan, mengimplementasikan teknologi baru, atau meningkatkan pengawasan.

 

Langkah ini membantu rumah sakit dalam memahami akar penyebab dari mode kegagalan potensial dan mengidentifikasi area yang membutuhkan perbaikan dalam kontrol pencegahan. Dengan menganalisis penyebab dan kemunculannya, rumah sakit dapat memprioritaskan dan menerapkan tindakan yang paling efektif untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan serta kualitas layanan perawatan pasien.

 

Berikutnya mari kita lihat bagaimana melaksanaan langkah keempat!

 

Pengembangan Jalur 3 – (Pengujian dan Kontrol Deteksi melalui Peringkat Deteksi)

Pengembangan Jalur 3 melibatkan penambahan Kontrol Deteksi yang memverifikasi bahwa desain memenuhi persyaratan (untuk DFMEA) atau penyebab dan/atau mode kegagalan, jika tidak terdeteksi, dapat mencapai pelanggan (untuk PFMEA).

  • Kolom yang dilengkapi pada Jalur 3 adalah:
    • Kontrol Deteksi
    • Peringkat Deteksi
  • Tindakan ditentukan untuk meningkatkan kontrol jika kontrol tersebut tidak mencukupi untuk Risiko yang ditentukan dalam Jalur 1 dan 2. Tindakan yang Direkomendasikan harus mengatasi kelemahan dalam strategi pengujian dan/atau kontrol.
  • Tinjauan dan pembaruan Rencana dan Laporan Verifikasi Desain (DVP&R) atau Rencana Kontrol juga merupakan kemungkinan hasil dari Jalur 3.

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, pengembangan Jalur 3 FMEA dapat mencakup:

  • Mengidentifikasi kontrol deteksi yang ada seperti pemantauan klinis, audit catatan medis, pelaporan insiden, umpan balik pasien, atau inspeksi dan kalibrasi peralatan medis.
  • Melakukan peringkat deteksi untuk setiap kontrol berdasarkan kemampuannya dalam mendeteksi mode kegagalan atau penyebab sebelum mencapai pasien.
  • Mengembangkan tindakan untuk meningkatkan kontrol deteksi jika kontrol saat ini dinilai tidak memadai, seperti meningkatkan frekuensi pemantauan, menerapkan sistem peringatan dini, atau mengimplementasikan teknologi baru untuk deteksi yang lebih baik.
  • Meninjau dan memperbarui rencana verifikasi desain untuk produk atau layanan baru, atau rencana kontrol untuk proses perawatan pasien yang ada.
  • Memastikan bahwa strategi pengujian dan kontrol yang diperbaiki dapat mendeteksi mode kegagalan potensial atau penyebab sebelum berdampak pada pasien.

 

Langkah ini membantu rumah sakit dalam mengidentifikasi kelemahan dalam sistem deteksi dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan meningkatkan kemampuan deteksi, rumah sakit dapat menangkap dan mengatasi masalah lebih awal, sebelum terjadi insiden yang membahayakan keselamatan pasien atau menurunkan kualitas layanan perawatan.

 

Langkah Ke Lima Prioritas Tindakan & Penugasan

Tindakan yang sebelumnya ditentukan dalam Jalur 1, 2 atau 3 diberikan Risk Priority Number (RPN) untuk tindak lanjut tindakan.

 

RPN dihitung dengan mengalikan Peringkat Keparahan, Kemunculan, dan Deteksi untuk setiap kombinasi kegagalan/efek potensial, penyebab, dan kontrol. Tindakan tidak boleh ditentukan berdasarkan nilai ambang batas RPN. Ini sering dilakukan dan merupakan praktik yang mengarah pada perilaku tim yang buruk. Kolom yang dilengkapi adalah:

  • Meninjau Tindakan yang Direkomendasikan dan menetapkan RPN untuk tindak lanjut lebih lanjut
  • Menetapkan Tindakan kepada personel yang tepat
  • Menetapkan tanggal jatuh tempo tindakan

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, prioritas tindakan dan penugasan dalam FMEA dapat mencakup:

  • Menghitung RPN untuk setiap kombinasi mode kegagalan, penyebab, dan kontrol dengan mengalikan peringkat keparahan, kemunculan, dan deteksi.
  • Memprioritaskan tindakan berdasarkan RPN tertinggi, yang menunjukkan risiko tertinggi yang membutuhkan perhatian mendesak.
  • Membentuk tim kerja lintas fungsi dengan anggota yang relevan, seperti dokter, perawat, apoteker, insinyur biomedis, dan manajer risiko.
  • Menetapkan tindakan spesifik kepada anggota tim yang memiliki keahlian dan tanggung jawab terkait, seperti revisi prosedur, pelatihan staf, modifikasi proses, atau implementasi kontrol baru.
  • Menetapkan tanggal jatuh tempo tindakan yang realistis dan dapat diukur untuk memastikan pelaksanaan tepat waktu dan akuntabilitas.

 

Meskipun RPN dapat memberikan panduan prioritas, keputusan akhir harus didasarkan pada penilaian risiko menyeluruh oleh tim ahli dengan mempertimbangkan faktor seperti keselamatan pasien, regulasi, dampak kualitas, dan kelayakan tindakan.

 

Langkah ini memastikan bahwa tindakan perbaikan difokuskan pada area berisiko tertinggi dan dilaksanakan secara sistematis oleh personel yang bertanggung jawab dengan tenggat waktu yang jelas. Ini meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas upaya peningkatan mutu serta keselamatan pasien di rumah sakit.

 

Mari kita lihat langkah keenam dan ketujuh!

 

Langkah Keenam dan Ketujuh FMEA di Rumah Sakit

Langkah 6 Tindakan Dilakukan / Tinjauan Desain

Tindakan FMEA ditutup ketika langkah-langkah kontra telah dilakukan dan berhasil mengurangi risiko. Tujuan dari FMEA adalah untuk menemukan dan memitigasi risiko. FMEA yang tidak menemukan risiko dianggap lemah dan tidak memberikan nilai tambah. Upaya tim tidak menghasilkan perbaikan dan oleh karena itu waktu terbuang dalam analisis.

 

Langkah 7 Peringkat Ulang RPN dan Penutup (Disclosure)

Setelah konfirmasi keberhasilan Tindakan Mitigasi Risiko, Tim Inti atau Pemimpin Tim akan melakukan peringkat ulang nilai peringkat yang sesuai (Keparahan, Kemunculan, atau Deteksi). Peringkat baru akan dikalikan untuk mendapatkan RPN baru. RPN awal dibandingkan dengan RPN yang direvisi dan perbaikan relatif terhadap desain atau proses telah dikonfirmasi. Kolom yang dilengkapi pada Langkah 7:

  • Peringkat Ulang Keparahan
  • Peringkat Ulang Kemunculan
  • Peringkat Ulang Deteksi
  • Peringkat Ulang RPN
  • Buat Tindakan baru, mengulangi Langkah 5, hingga risiko telah dimitigasi
  • Perbandingan RPN awal dan RPN revisi

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, langkah-langkah ini dapat dilakukan sebagai berikut:

Tindakan Dilakukan / Tinjauan Desain

  • Tim melakukan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan, seperti revisi prosedur, pelatihan staf, modifikasi proses, atau implementasi kontrol baru.
  • Setelah tindakan dilakukan, tim meninjau keberhasilannya dalam mengurangi risiko mode kegagalan, penyebab, atau kurangnya kontrol yang diidentifikasi sebelumnya.
  • Jika tindakan berhasil, FMEA untuk mode kegagalan tersebut dapat ditutup.
  • Jika masih terdapat risiko yang tersisa, tim harus mengidentifikasi tindakan tambahan yang diperlukan.

 

Peringkat Ulang RPN dan Penutup

  • Untuk mode kegagalan yang telah berhasil dimitigasi, tim melakukan peringkat ulang Keparahan, Kemunculan, atau Deteksi berdasarkan kondisi dan kontrol baru.
  • Peringkat baru dikalikan untuk mendapatkan RPN baru, yang kemudian dibandingkan dengan RPN awal.
  • Penurunan RPN menunjukkan perbaikan risiko yang berhasil dicapai melalui tindakan yang diambil.
  • Jika RPN masih terlalu tinggi, tim harus mengembangkan tindakan tambahan untuk terus mengurangi risikonya.
  • Proses ini diulangi hingga risiko telah dimitigasi ke tingkat yang dapat diterima.
  • FMEA kemudian dapat ditutup dan didokumentasikan sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu berkelanjutan di rumah sakit.

 

Langkah-langkah ini memastikan bahwa FMEA bukan hanya sekadar analisis, tetapi juga menghasilkan tindakan nyata untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keselamatan serta kualitas layanan perawatan pasien. Dengan meninjau efektivitas tindakan dan melakukan peringkat ulang, rumah sakit dapat memverifikasi perbaikan yang dicapai dan terus melakukan perbaikan hingga risiko dimitigasi dengan baik.

 

Setelah kita melaksanakan seluruh langkah FMEA di Rumah Sakit maka hal yang perlu diperhatikan berikutnya adalah analisis dokumentasi FMEA.

 

Analisis Dokumen FMEA di Rumah Sakit

Secara historis, keputusan untuk mengambil tindakan pada FMEA ditentukan oleh ambang batas RPN. Kami tidak merekomendasikan penggunaan ambang batas RPN untuk menetapkan target tindakan. Target seperti itu diyakini dapat mengubah perilaku tim secara negatif karena tim memilih angka terendah untuk berada di bawah ambang batas bukan risiko aktual yang memerlukan mitigasi.

 

Analisis FMEA harus mencakup pertimbangan pada beberapa tingkat, termasuk:

  • Keparahan 9/10 atau Keselamatan dan Regulasi saja (Tindakan Mode Kegagalan)
  • Kombinasi Kritikalitas untuk Keparahan dan Kemunculan (Tindakan Penyebab)
  • Kontrol Deteksi (Tindakan Rencana Pengujian dan Kontrol)
  • Pareto RPN

 

Ketika selesai, Tindakan menggeser risiko dari posisi saat ini dalam Matriks Kritikalitas FMEA Kami ke posisi risiko yang lebih rendah.

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, analisis dokumen FMEA dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Fokus pada Keparahan Tinggi
    • Prioritaskan tindakan untuk mode kegagalan dengan peringkat keparahan 9 atau 10, yang mengancam keselamatan pasien atau tidak sesuai regulasi.
    • Contoh: kesalahan dosis obat, prosedur bedah berisiko tinggi, infeksi nosokomial serius.
  2. Kombinasi Kritikalitas Keparahan dan Kemunculan
    • Analisis kombinasi peringkat keparahan dan kemunculan untuk mengidentifikasi risiko prioritas.
    • Contoh: risiko tinggi seperti kesalahan diagnosis dengan penyebab sering terjadi seperti kelelahan staf.
  3. Kontrol Deteksi
    • Evaluasi kekuatan kontrol deteksi saat ini dan rekomendasikan perbaikan jika diperlukan.
    • Contoh: meningkatkan frekuensi audit catatan medis, menerapkan sistem peringatan dini, kalibrasi rutin peralatan medis.
  4. Pareto RPN
    • Gunakan diagram Pareto RPN untuk mengidentifikasi kontributor risiko tertinggi yang memerlukan tindakan segera.
  5. Perpindahan dalam Matriks Kritikalitas
    • Tindakan harus menggeser risiko ke posisi yang lebih rendah dalam Matriks Kritikalitas FMEA.
    • Misalnya, dari tingkat risiko “Tinggi” menjadi “Sedang” atau “Rendah” setelah mitigasi.

 

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, rumah sakit dapat menganalisis FMEA secara komprehensif dan memprioritaskan tindakan yang paling efektif untuk mengurangi risiko keselamatan pasien dan meningkatkan kualitas layanan perawatan. Pendekatan ini menghindari penggunaan ambang batas RPN yang kaku dan mendorong tim untuk fokus pada mitigasi risiko nyata berdasarkan penilaian keahlian.

 

Prioritas Tindakan RPN

Ketika risiko dianggap tidak dapat diterima, Quality-One merekomendasikan prioritas tindakan untuk diterapkan sebagai berikut:

  1. Pencegahan Kesalahan (Menghilangkan Mode Kegagalan atau Mengatasi Penyebab)
    • Mode Kegagalan (Hanya Keparahan 9 atau 10)
    • Penyebab dengan Kemunculan Tinggi
  2. Meningkatkan Kemampuan Proses Potensial
    • Meningkatkan Toleransi (Desain Toleransi)
    • Mengurangi Variasi Proses (Pengendalian Proses Statistik dan Kemampuan Proses)
  3. Meningkatkan Kontrol
    • Pencegahan Kesalahan pada perkakas atau proses
    • Meningkatkan teknik inspeksi/evaluasi

 

Dalam konteks rumah sakit dan peningkatan mutu serta keselamatan pasien, prioritas tindakan dapat diterapkan sebagai berikut:

  1. Pencegahan Kesalahan
    • Fokus utama pada mode kegagalan dengan peringkat keparahan 9 atau 10 yang mengancam keselamatan pasien, seperti kesalahan pengobatan fatal atau prosedur berisiko tinggi.
    • Untuk penyebab dengan kemunculan tinggi, lakukan tindakan untuk menghilangkan akar penyebab, seperti revisi prosedur, pelatihan staf, atau perbaikan alur kerja.
  2. Meningkatkan Kemampuan Proses Potensial
    • Tingkatkan toleransi seperti rentang dosis obat yang aman atau batas waktu layanan klinis.
    • Terapkan pengendalian proses statistik untuk memantau dan mengurangi variasi dalam proses perawatan pasien.
    • Lakukan analisis kemampuan proses untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan perbaikan.
  3. Meningkatkan Kontrol
    • Terapkan pencegahan kesalahan seperti pemberian kode warna, pembatasan akses, atau peringatan sistem untuk mencegah kesalahan manusia.
    • Tingkatkan teknik inspeksi/evaluasi seperti audit catatan medis yang lebih ketat, pemantauan kinerja staf, atau penggunaan teknologi baru untuk deteksi yang lebih baik.

 

Dengan memprioritaskan tindakan sesuai urutan ini, rumah sakit dapat memfokuskan upaya pada mitigasi risiko tertinggi terlebih dahulu, meningkatkan keandalan proses perawatan pasien, dan memperkuat kontrol untuk mencegah kegagalan sebelum terjadi. Pendekatan ini membantu meningkatkan keselamatan pasien, kualitas layanan, dan efisiensi operasional secara keseluruhan.

 

Hubungan FMEA dengan Pemecahan Masalah

Mode Kegagalan dalam FMEA setara dengan Pernyataan Masalah atau Deskripsi Masalah dalam Pemecahan Masalah. Penyebab dalam FMEA setara dengan akar penyebab potensial dalam Pemecahan Masalah. Efek kegagalan dalam FMEA adalah Gejala Masalah dalam Pemecahan Masalah. Contoh lain hubungan ini adalah:

  • Pernyataan masalah dan deskripsi terhubung antara kedua dokumen tersebut. Metode pemecahan masalah diselesaikan lebih cepat dengan memanfaatkan informasi yang sudah dibrainstorming sebelumnya dan mudah ditemukan dari FMEA.
  • Penyebab-penyebab yang mungkin dalam FMEA langsung digunakan untuk memulai diagram Tulang Ikan atau Ishikawa. Melakukan brainstorming untuk informasi yang sudah diketahui bukanlah penggunaan waktu atau sumber daya yang baik.
  • Data yang dikumpulkan dari pemecahan masalah ditempatkan dalam FMEA untuk perencanaan masa depan produk atau kualitas proses baru. Ini memungkinkan FMEA untuk mempertimbangkan kegagalan aktual, dikategorikan sebagai mode kegagalan dan penyebab, sehingga membuat FMEA lebih efektif dan lengkap.
  • Kontrol desain atau proses dalam FMEA digunakan dalam memverifikasi akar penyebab dan Tindakan Korektif Permanen (Permanent Corrective Action/PCA).
  • FMEA dan Pemecahan Masalah saling melengkapi setiap kegagalan dan penyebabnya dengan mendokumentasikan silang mode kegagalan, pernyataan masalah, dan penyebab yang mungkin.

 

Pesan dr. Rifan untuk FMEA di Rumah Sakit

Para profesional kesehatan yang terhormat,

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) di Rumah Sakit adalah metodologi penting yang harus diadopsi oleh rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. FMEA memberikan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam desain produk, fasilitas, maupun proses perawatan pasien.

 

Melalui FMEA, kita dapat mengantisipasi potensi kegagalan sejak dini, seperti kesalahan pengobatan, infeksi nosokomial, keterlambatan layanan, atau insiden keselamatan lainnya. Dengan melibatkan tim lintas fungsi, kita dapat menilai keparahan, kemunculan, dan deteksi setiap mode kegagalan, serta mengembangkan tindakan mitigasi yang tepat.

 

FMEA bukan hanya sekadar analisis, tetapi juga harus menghasilkan tindakan nyata. Prioritaskan tindakan pencegahan kesalahan untuk mode kegagalan berisiko tinggi, tingkatkan kemampuan proses potensial, dan perkuat kontrol deteksi. Pantau efektivitas tindakan dan lakukan peringkat ulang risiko secara berkala.

 

Ingatlah, FMEA memiliki hubungan erat dengan pemecahan masalah. Informasi yang diperoleh dari FMEA dapat mempercepat proses identifikasi akar penyebab dan solusi permanen. Sebaliknya, data dari pemecahan masalah dapat memperkaya FMEA dengan informasi kegagalan aktual.

 

Dengan menerapkan FMEA secara konsisten dan berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, kita dapat terus meningkatkan kualitas layanan kesehatan, menjamin keselamatan pasien, dan memenuhi standar akreditasi rumah sakit.

 

Mari kita wujudkan perawatan kesehatan yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi untuk pasien kita.

 

Terima kasih semoga bermanfaat!

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.