“Dok, tidak ada yang meninggal karena COVID-19. Sebagian besar yang meninggal karena komplikasi penyakit yang sudah ada sebelumnya,” cetus seorang teman ketika kami berdiskusi tentang perkembangan COVID-19.
“Mana ada yang mau melakukan autopsi jenazah pasien COVID-19. Bagaimana menentukan penyebab kematiannya tanpa autopsi?” tegas teman kami tersebut.
Kami sudah menjelaskan kepada teman tersebut bahwa terdapat data yang menunjukkan ada pasien COVID-19 terkonfirmasi yang meninggal tanpa penyakit bawaan. Jumlahnya bahkan mencapai 30% dari total kematian COVID-19 di Indonesia.
Dikutip dari Detik.com, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Rita Rogayah mengatakan ada 76 pasien Covid-19 yang meninggal dari sebanyak 205 pasien positif Covid-19 di rumah sakitnya pada April 2020. Dari jumlah pasien yang meninggal itu, 65 pasien (86 persen) memiliki penyakit penyerta, sementara 11 pasien (14 persen) lainnya tanpa penyakit penyerta.
Kemudian di Surabaya Jawa Timur, hingga 15 Juni 2020 terdapat 328 pasien positif Covid-19 yang meninggal. Sebanyak 300 orang di antaranya memiliki penyakit penyerta, sementara 28 orang lainnya tidak mempunyai penyakit bawaan alias meninggal murni karena Covid-19.
Namun, teman kami tetap teguh pada pendiriannya bahwa secara medis pembuktian penyebab kematian tersebut adalah autopsi.
Pada kesempatan kali ini, kami berharap teman kami tersebut membaca artikel cek fakta yang kami tulis.
Kami akan menjabarkan secara ringkas hasil penelitian tentang autopsi pasien COVID-19. Sebab fakta penelitian ini menunjukkan bahwa Kematian karena COVID-19 adalah Nyata.
Sebelum kami melanjutkan, bagi teman-teman yang tidak percaya bahwa COVID-19 itu nyata dan masih punya anggapan kalau tenaga medis meng-COVID-kan pasien untuk keuntungan pribadi. Kami menyarankan berhenti baca sampai di sini.
Teman-teman yang tidak percaya COVID-19 ada akan sangat percuma membaca artikel kami ini.
Teori konspirasi dan bias konfirmasi telah menguasai pikiran teman-teman yang tidak percaya COVID-19 itu ada.
Bagi yang ingin tahu apa hasil autopsi pasien COVID-19 berdasarkan hasil penelitian yang terbit dalam jurnal kedokteran.
Silakan lanjutkan membaca artikel ini sampai habis. Kita akan memahami mengapa kematian karena COVID-19 itu Nyata.
Ketika kami melakukan pencarian literatur ilmiah menggunakan kata kunci Autopsy dan COVID-19 pada Pubmed. Kami menemukan hasil sebanyak 37 jurnal dengan judul mengandung kedua kata kunci tersebut.
Bila kami membahas satu persatu jurnal tersebut, maka artikel ini akan sangat panjang.
Kami akan membahas temuan pada satu literatur saja yang menurut kami paling mewakili jawaban untuk pertanyaan kita.
Apakah benar Kematian karena COVID-19 adalah nyata?
Teman-teman dapat melihat versi lengkap dari publikasi ilmiah yang kami gunakan melalui tautan berikut:
Autopsy Findings and Venous Thromboembolism in Patients With COVID-19: A Prospective Cohort Study.
Karena jurnal tersebut membahas COVID-19 maka kami dapat memastikan jurnalnya adalah GRATIS. Siapa saja dapat mengakses jurnal tersebut.
Mari kita lihat kesimpulan jurnalnya terlebih dahulu.
“The high incidence of thromboembolic events suggests an important role of COVID-19-induced coagulopathy. Further studies are needed to investigate the molecular mechanism and overall clinical incidence of COVID-19-related death, as well as possible therapeutic interventions to reduce it.”
Terjemahan Bahasa Indonesianya kurang lebih sebagai berikut:
Insiden tromboemboli (bekuan darah) yang tinggi menunjukkan peran penting koagulasi (proses pembekuan darah) yang diinduksi COVID-19. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki mekanisme molekuler dan keseluruhan kejadian klinis kematian karena COVID-19, serta kemungkinan intervensi pengobatan untuk mengurangi hal tersebut.
Jadi, jurnal ini menyebutkan kaitan pembekuan darah sebagai penyebab kematian pasien COVID-19.
Mari kita lihat lebih dalam isi jurnal ini.
Dari 12 kasus autopsi COVID-19, penyebab kematian ditemukan pada paru-paru dan sistem pembuluh darah paru.
Pasien yang tidak meninggal karena bekuan darah paru (emboli paru) besar maka meninggal karena peradangan paru luas. Peradangan paru ini dapat berupa pneumonia atau sindrom distres pernapasan akut (ARDS).
Pada kasus pneumonia dan ARDS, paru-paru menjadi basah dan berat. Persis seperti spons cuci piring terendam air.
Permukaan paru berubah menjadi daerah pucat dan biru kemerahan dengan penonjolan yang tegas. Gambaran tersebut menunjukkan daerah peradangan dengan disfungsi endotel (kerusakan lapisan dalam pembuluh darah).
Hasil pemeriksaan mikroskop juga mengkonfirmasi temuan identik disfungsi endotel. Selain itu, pada 8 jenazah COVID-19 ditemukan kerusakan alveolus (kantong udara di dalam paru-paru) yang luas.
Pada alveolus terbentuk membran hialin, bekuan darah kecil pada kapiler paru, kapiler yang membengkak dengan sel darah merah. Semua temuan mikroskopis di atas menunjukkan kondisi ARDS sebagai penyebab kematian.
Temuan ini sesuai dengan patogenesis (proses berjangkitnya penyakit) virus corona baru.
Bila teman-teman ingin membaca lebih lengkap terkait proses patogenesis virus corona baru maka dapat membacanya pada artikel kami sebelumnya:
Potensi Kekebalan Tubuh Melawan Pandemi
Temuan pada bagian selain paru juga menunjukkan proses peradangan dan tromboemboli. Konsisten dengan patogenesis virus corona baru. Lebih dari setengah jenazah yang diautopsi mengalami emboli paru besar.
Fakta penelitian ini jelas menunjukkan bahwa meninggal karena COVID-19 adalah Nyata.
Penelitian autopsi jenazah pasien COVID-19 membuktikan bahwa infeksi saluran pernapasan oleh virus corona baru menyebabkan kematian.
Teman-teman silakan memilih mau percaya atau tidak. Sebab kami tidak pada posisi untuk memaksa teman-teman percaya terhadap apa yang kami tulis.
Bila teman-teman kritis, maka teman-teman akan mencari informasi pembanding dengan informasi yang kami tulis pada artikel ini.
Semoga COVID-19 segera berakhir…
[su_spoiler title=”Klik di Sini“]
[/su_spoiler]