ABCD2 – Alat Skoring Penilaian Risiko Penting Stroke

Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Setelah seseorang mengalami serangan stroke pertama, risiko terjadinya stroke berulang meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi tenaga medis untuk dapat memperkirakan risiko stroke berulang pada pasien stroke agar dapat memberikan penanganan dan perawatan yang tepat. Dalam hal ini, Skoring ABCD2 (Age, Blood Pressure, Clinical Features, Duration of symptoms, and Diabetes) telah terbukti menjadi alat penilaian risiko yang andal dan mudah digunakan.

 

Apa itu Skoring ABCD2?

Skoring ABCD2 adalah sebuah skala penilaian risiko yang dikembangkan oleh para peneliti dari California, Amerika Serikat, pada tahun 2007. Skala ini dirancang untuk membantu tenaga medis dalam memperkirakan risiko stroke berulang dalam jangka waktu 90 hari setelah pasien mengalami serangan stroke iskemik akut atau transient ischemic attack (TIA).

 

Skoring ABCD2 terdiri dari lima faktor risiko utama yang direpresentasikan dalam akronim ABCD2:

  1. A (Age): Usia pasien
  2. B (Blood Pressure): Tekanan darah saat masuk rumah sakit
  3. C (Clinical Features): Gejala klinis stroke
  4. D (Duration of symptoms): Durasi gejala stroke
  5. D2 (Diabetes): Apakah pasien menderita diabetes atau tidak

 

Masing-masing faktor risiko diberikan skor tertentu, dan skor total dari kelima faktor ini menentukan tingkat risiko stroke berulang pada pasien. Skor total berkisar dari 0 hingga 7, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan risiko yang lebih besar.

 

Cara Menghitung Skoring ABCD2

Berikut adalah cara menghitung Skoring ABCD2 untuk pasien stroke:

  1. A (Age): Usia pasien
    • Skor 0: ≤ 60 tahun
    • Skor 1: > 60 tahun
  2. B (Blood Pressure): Tekanan darah sistolik saat masuk rumah sakit
    • Skor 0: < 140 mmHg
    • Skor 1: ≥ 140 mmHg
  3. C (Clinical Features): Gejala klinis stroke
    • Skor 0: Tidak ada defisit neurologis
    • Skor 1: Defisit neurologis ringan (misalnya, kelemahan ringan pada lengan atau tungkai)
    • Skor 2: Defisit neurologis berat (misalnya, paralisis pada lengan atau tungkai, atau afasia)
  4. D (Duration of symptoms): Durasi gejala stroke
    • Skor 0: ≤ 10 menit
    • Skor 1: 11-59 menit
    • Skor 2: ≥ 60 menit
  5. D2 (Diabetes): Apakah pasien menderita diabetes atau tidak
    • Skor 0: Tidak
    • Skor 1: Ya

Setelah menjumlahkan skor dari kelima faktor risiko tersebut, pasien dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori risiko:

  • Risiko rendah: Skor 0-3
  • Risiko sedang: Skor 4-5
  • Risiko tinggi: Skor 6-7

 

Keunggulan Skoring ABCD2

Skoring ABCD2 memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya menjadi alat penilaian risiko yang bermanfaat dalam penanganan pasien stroke:

  1. Sederhana dan mudah digunakan: Skoring ABCD2 hanya melibatkan lima faktor risiko yang mudah diidentifikasi, sehingga dapat dihitung dengan cepat dan akurat oleh tenaga medis.
  2. Akurat dalam memprediksi risiko stroke berulang: Berbagai studi telah memvalidasi keakuratan Skoring ABCD2 dalam memperkirakan risiko stroke berulang dalam jangka waktu 90 hari setelah serangan stroke pertama.
  3. Membantu pengambilan keputusan klinis: Dengan mengetahui tingkat risiko stroke berulang pada pasien, tenaga medis dapat membuat keputusan yang lebih tepat mengenai strategi penanganan dan perawatan, seperti pemberian terapi antikoagulan atau intervensi pembuluh darah.
  4. Aplikasi luas: Skoring ABCD2 dapat digunakan pada pasien dengan stroke iskemik akut atau TIA, sehingga memiliki aplikasi yang luas dalam penatalaksanaan stroke.
  5. Biaya rendah: Skoring ABCD2 tidak memerlukan pemeriksaan atau tes yang mahal, sehingga dapat digunakan dengan mudah di berbagai fasilitas kesehatan tanpa menambah beban biaya yang signifikan.

 

Keterbatasan Skoring ABCD2

Meskipun Skoring ABCD2 merupakan alat penilaian risiko yang berguna, namun juga memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan:

  1. Tidak memperhitungkan faktor risiko lain: Skoring ABCD2 hanya memperhitungkan lima faktor risiko utama, sementara ada faktor risiko lain seperti riwayat stroke sebelumnya, penyakit jantung, atau gaya hidup yang dapat memengaruhi risiko stroke berulang.
  2. Akurasi terbatas pada jangka waktu 90 hari: Skoring ABCD2 dirancang untuk memperkirakan risiko stroke berulang dalam jangka waktu 90 hari setelah serangan stroke pertama. Untuk memprediksi risiko jangka panjang, mungkin diperlukan alat penilaian risiko lain.
  3. Variabilitas dalam interpretasi: Meskipun Skoring ABCD2 relatif sederhana, masih ada kemungkinan variabilitas dalam interpretasi gejala klinis atau durasi gejala oleh tenaga medis yang berbeda.

 

Peran Skoring dalam Penanganan Pasien Stroke

Skoring ABCD2 telah menjadi salah satu alat penilaian risiko yang penting dalam penanganan pasien stroke. Dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk stroke berulang, tenaga medis dapat memberikan intervensi dan perawatan yang lebih intensif, seperti:

  1. Pemberian terapi antikoagulan atau antiplatet yang tepat untuk mencegah pembentukan bekuan darah lebih lanjut.
  2. Melakukan pemeriksaan dan monitoring yang lebih ketat untuk mendeteksi komplikasi atau perburukan kondisi secara dini.
  3. Memberikan edukasi dan dukungan yang lebih intensif kepada pasien dan keluarga tentang manajemen faktor risiko stroke, seperti pengaturan diet, olahraga, dan pengendalian diabetes atau hipertensi.
  4. Mempertimbangkan prosedur intervensi pembuluh darah, seperti stenting atau endarterektomi, untuk mencegah stroke berulang pada pasien berisiko tinggi.

 

Di sisi lain, bagi pasien dengan risiko rendah, Skoring ABCD2 dapat membantu mengidentifikasi mereka yang mungkin tidak memerlukan perawatan intensif atau pemberian obat-obatan yang berisiko tinggi. Ini memungkinkan pengelolaan sumber daya yang lebih efisien dan menghindari pengobatan yang berlebihan atau tidak diperlukan.

 

Penggunaan Skoring dalam Penelitian dan Pedoman Klinis

Skoring ABCD2 telah diadopsi secara luas dalam penelitian dan pedoman klinis terkait stroke. Banyak studi telah menggunakan skoring ini untuk mengevaluasi risiko stroke berulang dalam uji klinis obat-obatan baru atau strategi penanganan stroke yang berbeda.

 

Beberapa pedoman klinis internasional, seperti pedoman dari American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA) dan European Stroke Organisation (ESO), telah merekomendasikan penggunaan Skoring ABCD2 sebagai alat penilaian risiko dalam penanganan pasien stroke iskemik akut atau TIA.

 

Pengembangan dan Modifikasi Skoring

Sejak diperkenalkan pada tahun 2007, Skoring ABCD2 telah mengalami beberapa pengembangan dan modifikasi untuk meningkatkan akurasi dan aplikasinya dalam situasi klinis yang berbeda. Beberapa contoh modifikasi yang telah diusulkan antara lain:

  1. ABCD3-I: Skoring ini menambahkan faktor risiko baru, yaitu riwayat stroke atau TIA sebelumnya (I = Infarct), untuk meningkatkan akurasi prediksi.
  2. ABCD3-VS: Skoring ini menggabungkan Skoring ABCD2 dengan penilaian lesi pembuluh darah vertebrobasilar (VS) untuk memperkirakan risiko stroke berulang pada pasien dengan lesi di wilayah ini.
  3. ABCD3-I-GS: Skoring ini menggabungkan ABCD3-I dengan penilaian skor gula darah sewaktu (GS) untuk meningkatkan akurasi prediksi pada pasien dengan diabetes.

 

Meskipun modifikasi ini dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam situasi tertentu, Skoring ABCD2 asli tetap banyak digunakan karena kesederhanaannya dan validasi yang luas dalam berbagai populasi dan pengaturan klinis.

 

Pelatihan dan Implementasi yang Tepat

Untuk memastikan penggunaan Skoring ABCD2 yang akurat dan konsisten, penting bagi tenaga medis untuk mendapatkan pelatihan yang memadai dalam menginterpretasikan dan menghitung skor dengan benar. Pedoman yang jelas dan contoh kasus dapat membantu meminimalkan variabilitas dalam penilaian gejala klinis atau durasi gejala.

 

Selain itu, implementasi Skoring ABCD2 dalam alur kerja klinis harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa informasi yang diperlukan tersedia dan skor dihitung dengan tepat. Integrasi dengan sistem informasi kesehatan elektronik dapat memfasilitasi perhitungan skor secara otomatis dan memberikan peringatan atau rekomendasi penanganan berdasarkan tingkat risiko yang diidentifikasi.

 

Keterbatasan dan Prospek Masa Depan

Meskipun Skoring ABCD2 telah terbukti berguna dalam penilaian risiko stroke berulang, masih ada ruang untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Beberapa area yang mungkin dapat dieksplorasi di masa depan antara lain:

  1. Memasukkan faktor risiko tambahan: Mengidentifikasi dan memasukkan faktor risiko baru yang relevan, seperti biomarker atau faktor genetik, dapat meningkatkan akurasi prediksi Skoring ABCD2.
  2. Memperluas aplikasi: Mengevaluasi penggunaan Skoring ABCD2 atau modifikasinya pada populasi pasien yang lebih beragam, seperti pasien dengan stroke hemoragik atau pasien dengan kondisi medis komorbid tertentu.
  3. Personalisasi risiko: Mengeksplorasi pendekatan untuk mempersonalisasi penilaian risiko berdasarkan karakteristik individu pasien, seperti usia, jenis kelamin, atau faktor risiko spesifik lainnya.
  4. Integrasi dengan teknologi baru: Memanfaatkan kemajuan dalam bidang kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, atau analisis data besar untuk mengoptimalkan prediksi risiko dan pengambilan keputusan klinis terkait stroke.
  5. Validasi lintas budaya: Melakukan validasi lebih lanjut pada populasi pasien dari latar belakang budaya dan geografis yang berbeda untuk memastikan keakuratan dan relevansi Skoring ABCD2 secara global.

 

Meskipun masih ada ruang untuk perbaikan, Skoring ABCD2 tetap menjadi alat penilaian risiko yang berharga dalam penanganan pasien stroke. Dengan memahami tingkat risiko stroke berulang pada setiap pasien, tenaga medis dapat memberikan strategi penanganan yang lebih tepat dan efektif, sehingga membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat stroke.

 

Kesimpulan

Skoring ABCD2 merupakan alat penilaian risiko yang sederhana namun efektif untuk memperkirakan risiko stroke berulang dalam jangka waktu 90 hari setelah serangan stroke iskemik akut atau TIA. Dengan menghitung skor berdasarkan usia, tekanan darah, gejala klinis, durasi gejala, dan riwayat diabetes, tenaga medis dapat mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dan memberikan penanganan yang tepat.

 

Meskipun memiliki keterbatasan, Skoring ABCD2 telah divalidasi secara luas dan diadopsi dalam pedoman klinis internasional. Penggunaan skoring ini membantu pengambilan keputusan klinis yang lebih baik, optimalisasi sumber daya, dan peningkatan hasil perawatan bagi pasien stroke. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut dapat memperbaiki akurasi dan aplikasi Skoring ABCD2 di masa depan.

 

Daftar Pustaka

  1. Johnston, S. C., Rothwell, P. M., Nguyen-Huynh, M. N., Giles, M. F., Elkins, J. S., Bernstein, A. L., & Sidney, S. (2007). Validation and refinement of scores to predict very early stroke risk after transient ischaemic attack. The Lancet, 369(9558), 283-292. https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(07)60150-3/fulltext
  2. Purroy, F., Begue, R., Gil, M. I.,Tor, J., Vazquez-Alberdi, E., & Sanahuja, J. (2017). The Alabama & ABCD2 scores for late neurological deficit in patients with carotid stenosis. Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, 26(4), 766-772. https://www.strokejournal.org/article/S1052-3057(16)30506-1/fulltext
  3. Amarenco, P., Lavallée, P. C., Labreuche, J., Albers, G. W., Bornstein, N. M., Canhão, P., … & Wong, L. K. (2016). One-year risk of stroke after transient ischemic attack or minor stroke. New England Journal of Medicine, 374(16), 1533-1542. https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1412981
  4. Merwick, Á., Albers, G. W., Amarenco, P., Arsava, E. M., Ay, H., Calvet, D., … & Kelly, P. J. (2010). Addition of brain and carotid imaging to the ABCD2 score to identify patients at early risk of stroke after transient ischaemic attack: a multicentre observational study. The Lancet Neurology, 9(11), 1060-1069. https://www.thelancet.com/journals/laneur/article/PIIS1474-4422(10)70240-4/fulltext

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga menjadi Peserta Terbaik Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 4 Tahun 2024 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Anda Juga Mungkin Suka
Pengukuran HbA1c pada Pasien Diabetes

Pengukuran HbA1c pada Pasien Diabetes

Alergi Obat – Pendekatan Diagnosis Pasien

Alergi Obat – Pendekatan Diagnosis Pasien

ASIA Impairment Scale: Standar Emas dalam Mengevaluasi Cedera Tulang Belakang

ASIA Impairment Scale: Standar Emas dalam Mengevaluasi Cedera Tulang Belakang

Endnote – Aplikasi Manajemen Daftar Pustaka Efisien

Endnote – Aplikasi Manajemen Daftar Pustaka Efisien

Gambar Anatomi Jantung Manusia

Gambar Anatomi Jantung Manusia

Psikologi Edukasi 101 – Rangkuman Lengkap

Psikologi Edukasi 101 – Rangkuman Lengkap