Saya kagum sekaligus skeptis ketika melakukan scrolling di halaman google handphone sore ini. Saya menemukan sebuah berita dengan judul yang menurut saya cukup menarik. ‘Vaksin Nusantara’ Masuk Jurnal Internasional, Terawan Angkat Bicara muncul dalam halaman google chrome saya. Berita ini diterbitkan oleh Detik.com. Media daring yang jelas kredibilitasnya.
Kemudian saya iseng melakukan pencarian berita menggunakan tab news pada Google. Saya masukkan kata kunci “vaksin nusantara’’. Hasilnya, puluhan media daring memberitakan hal yang sama. Beberapa judul berita yang coba saya kutip antara lain:
Lalu, kemudian saya tertawa, ketika membaca berita lain yang berjudul “Pakar: Publikasi Vaksin Nusantara Bukan Hasil Riset Tapi Literatur Review”. Tepat saat saya akan menuliskan tentang hal ini. Ternyata media merdeka.com sudah lebih dulu mencari seorang pakar untuk menilai publikasi vaksin asli dari Indonesia tersebut.
Saya memang bukan pakar dalam hal publikasi ilmiah. Saya juga belum memiliki publikasi nasional dan internasional dalam bidang kedokteran. Namun, pengalaman saya menulis topik kesehatan dan kedokteran sejak tahun 2014 cukup menjadi landasan. Landasan untuk menunjukkan bahwa berita-berita tentang vaksin nusantara terbit dalam jurnal ilmiah internasional ini adalah berlebihan.
Bila merujuk kepada Evidence based medicine, maka jenis artikel yang paling tinggi dalam keilmuan kedokteran adalah yang berada pada puncak piramida. Yaitu, tinjauan sistematik atau systematic review. Publikasi terkait vaksin nusantara dengan judul “Dendritic cell vaccine as a potential strategy to end the COVID-19 pandemic. Why should it be Ex Vivo?” adalah berjenis review. Tanpa tambahan kata systematic maka artikel ini bahkan tidak berada dalam piramida. Atau berada pada dasar piramida. Sama dengan expert opinion atau pendapat pakar.
Cara sederhana lainnya untuk melihat artikel jurnal yang menuliskan hasil penelitian cukup dengan melihat bagian metode atau methods. Lalu, apakah jurnal dengan judul “Dendritic cell vaccine as a potential strategy to end the COVID-19 pandemic. Why should it be Ex Vivo?” Memiliki bagian metode? Jawabannya adalah TIDAK.
Jadi, kalau ada berita yang menulis bahwa artikel internasional tersebut adalah bukti penelitian atau tentang vaksin asli dari Indonesia diakui secara internasional, maka hal tersebut adalah disinformasi.
Yang lebih tepat adalah jurnal tersebut berisi tentang tinjauan kepustakaan terkait vaccine berbasis sel dendritik (bukan vaksin asli dari Indonesia) yang diakhiri dengan pendapat pakar.
Tidak ada istilah vaksin nusantara dalam publikasi tersebut. Yang ada adalah istilah “Dendritic Cell Vaccine”. Teknik pengobatan jenis ini tidak hanya dikembangkan di Indonesia. Mempromosikan bahwa vaksin nusantara seolah menjadi temuan di Indonesia hanya dengan menambahkan kata nusantara, maka jawabannya adalah kurang tepat.
Ratusan jurnal Internasional sudah dipublikasikan terkait penggunaan “Dendritic Cell Vaccine”. Terutama pada bidang pengobatan kanker. Belakangan beberapa publikasi memuat penggunaan “Dendritic Cell Vaccine” untuk COVID-19.
Jadi, menganggap publikasi tersebut adalah publikasi tentang vaksin nusantara secara eksklusif juga merupakan bagian dari disinformasi. Kembali, lagi bahwa publikasi tersebut adalah terkait tentang “Dendritic Cell Vaccine” secara umum bukan vaksin asli dari Indonesia secara khusus.
Berhentilah mempromosikan segala sesuatu dengan berlebihan. Dengan memberikan klaim-klaim yang kurang tepat pada media. Sebab kami sendiri sudah cukup jengah dengan kondisi pemberitaan yang terkadang berat sebelah. Memojokkan organisasi profesi kedokteran yang telah ada dan sesuai undang-undang dengan organisasi baru. Berusaha merusak tatanan etika kedokteran hanya karena membela seseorang.
Jurnal ilmiah tersebut sangat baik, sebab berada pada kualitas tertinggi publikasi ilmiah. Terbit pada jurnal Q1, tetapi membuat artikel tersebut seolah-olah adalah hasil penelitian vaksin nusantara mungkin suatu penyesatan informasi atau disinformasi. Artikel tersebut adalah tinjauan yang baik tentang “Dendritic Cell Vaccine”, terbit pada jurnal ilmiah kualitas terbai, tetapi tidak disampaikan dengan informasi yang baik.