International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri masih menjadi salah satu masalah kesehatang global dimana 1 dari 5 orang pasti pernah mengalaminya. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pertama sekali mempublikasikan pedoman pada bulan Maret 2016 untuk pemberian opioid pada nyeri kronik (termasuk nyeri kronik non kanker, nyeri kanker, dan nyeri pada akhir kehidupan). Meskipun demikian, terapi nyeri masih menjadi salah satu topik yang membutuhkan perhatian. Kondisi ini terkait dengan penentuan jenis nyeri serta pemilihan golongan obat anti nyeri pada pasien yang membutuhkan terapi nyeri. Artikel ini akan mencoba untuk memberikan gambaran bagaimana pemilihan golongan obat anti nyeri berdasarkan jenis nyerinya.
Nyeri akut dapat reda dalam rentang waktu penyembuhan yang diharapkan atau suatu kondisi yang sembuh dengan sendirinya (self-limited). Contoh dari nyeri akut antara lain:
Manajemen nyeri akut dilakukan berdasarkan jenis nyeri, berupa:
Selain itu, risiko dan keuntungan terapi potensial juga harus menjadi pertimbagan dalam melakukan terapi nyeri.
Nyeri akut yang tidak mendapatkan terapi adekuat akan menjadi memiliki konsekuensi perburukan dengan segera; pada beberapa persen pasien, nyeri kronik akan berkembang setelah periode nyeri akut. Transisi dari nyeri akut ke nyeri kronik (disebut juga kronifikasi nyeri) sangat bergantung pada:
Oxford League Table of Analgesics merupakan pedoman yang berguna karena memiliki daftar jumlah pasien yang membutuhkan pengobatan dari berbagai dosis golongan obat untuk mengatasi nyeri akut. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dan cyclooxygenase (COX) inhibitors merupakan golongan terbaik dengan jumlah pasien yang membutuhkan pengobatan paling kecil.
Parasetamol juga dapat digunakan sebagai anti nyeri akut tunggal atau dikombinasikan dengan COX-i atau opiod. Meskipun teori mekanisme kerja PCT masih belum jelas, obat ini merupakan analgesik dengan toleransi paling baik dan batasan primernya hanya hepatotoksik pada pemberian dosis tinggi (3-4 gram/hari) atau pada pasien yang sebelumnya mengalami gangguan fungsi hepar (berikan < 2 gram/hari).
Sebelas persen populasi dewasa Amerika menderita nyeri kronik non kanker. Nyeri ini dapat bermula sebagai nyeri akut dan gagal untuk mengalami penyembuhan dan mengalami perpanjangan waktu penyembuhan yang diharapkan, atau sebagai kondisi penyakit primer, serta gejala sisa dari kondisi lainnya. Contoh dari nyeri kronik non kanker antara lain:
Nyeri kronik non kanker membutuhkan model manajemen terapi nyeri interdisiplin ilmu kedokteran dengan melibatkan antara lain:
Nyeri ini memiliki penggolongan sendiri pada taksonomi nyeri. Hal ini dilakukan karena fitur unik yang menyertainya dan karena metastasis kanker tidak terkontrol dengan pengobatan analgesk akan diprediksi menyulitkan akir kehidupan. Pada manajemen terapi nyeri kanker, terdapat tumpang tindih dengan beberapa area manajemen nyeri akut dan kronik non kanker.
Nyeri kanker dapat terdiri dari nyeri akut dan kronik yang berasal dari neoplasma itu sendiri atau dari terapi yang berhubungan dengan kanker. WHO Analgesic Ladder yang dipublikasikan pada tahun 1986, menyarankan untuk memulai terapi dengan menggunakan analgesik non opioid, kemudian agonis opioid lemah, disertai dengan agonis opioid kuat.
Referensi: