Beberapa minggu yang lalu kita disuguhkan dengan berbagai pemberitaan terkait dengan penggunaan alat pengukur konsentrasi oksigen dalam darah dan kaitannya dengan infeksi virus corona. Bahkan, di grup-grup whatsapp terdapat pesan yang menyebarkan bahwa alat ini harus tersedia di rumah selama masa pandemi. Alat ini disebut sebagai pulse oximeter. Alat ini digunakan untuk mengukur saturasi oksigen hanya dengan memasangkannya pada jari. Selama masa pandemi COVID-19 alat ini dianggap sebagai salah satu alat yang bermanfaat. Terutama pada pasien COVID-19 tanpa gejala. Benarkah demikian?
Meskipun demikian, menggunakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan sesering mungkin adalah hal yang paling efektif untuk mencegah COVID-19. Kami membahas efektivitas penggunaan masker dan jaga jarak pada video berikut.
Pada kesempatan kali ini kami akan menggambarkan beberapa hal terkait alat ini seperti:
Kami juga telah membuat sebuah video terkait penjelasan terkait cara menggunakan oximeter dan manfaat oximeter selama pandemi COVID-19. Video ini juga memberikan informasi terkait cara membaca oximeter. Teman-teman dapat melihat video tersebut di bawah ini:
Pertama sekali mari kita kenali apa yang dimaksud dengan pulse oximeter.
Pulse Oximeter adalah alat non invasif yang digunakan untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah. Alat kesehatan kecil ini sering disebut juga sebagai pulse oximetry atau oximetri pulsasi atau oksimeter nadi. Alat ini menggunakan prinsip penyinaran cahaya dengan panjang gelombang tertentu melalui jaringan (paling sering pada dasar kuku).
Saturasi oksigen-hemoglobin arteri (SpO2) adalah nilai pengukuran oximeter. Untuk dapat melakukan pengukuran tersebut, terdapat 4 komponen utama penyusun alat ini.
Komponen tersebut adalah:
Dioda merupakan komponen yang ada dalam probe oximeter. Dioda memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Darah kita akan menyerap cahaya tersebut.
Komponen ini terletak dari berlawanan dari probe. Fungsi komponen ini adalah menyerap kembali cahaya yang berasal dari dioda.
Komponen ini mengubah cahaya dari komponen Photodetector menjadi arus listrik searah bila cahaya berasal dari jaringan, darah vena, dan bagian konstan dari darah arteri. Komponen aliran darah arteri yang mengikuti denyut nadi diubah menjadi arus bolak balik. Arus searah akan diabaikan sedangkan komponen arus bolak balik diperkuat dan dirata-ratakan selama beberapa detik.
Sinyal arus bolak balik akan ditampilkan melalui komponen ini berdasarkan nilai-nilai tertentu.
Darah kita mengandung hemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk mengikat oksigen. Hemoglobin terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) kita. Dalam aliran darah terdapat hemoglobin yang berikatan dengan oksigen (teroksigenasi) dan hemoglobin yang berikatan dengan karbon dioksida (terdeoksignasi).
Baik hemoglobin teroksigenasi dan terdeoksigenasi menyerap panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Hemoglobin teroksigenasi menyerap panjang cahaya 660 nm sedangkan hemoglobin terdeoksigenasi menyerap panjang cahaya dengan panjang gelombang 940 nm.
Pulse oximetry atau oksimetri pulsasi ini berfungsi untuk mengukur saturasi oksigen. Saturasi oksigen merupakan derajat kandungan oksigen dalam aliran darah.
Alat ini pada umumnya digunakan di rumah sakit dalam penanganan pada beberapa kondisi seperti:
Perkembangan teknologi kedokteran menyebabkan ukuran alat yang disebut sebagai oksimeter ini semakin lama semakin kecil.
Hingga saat ini terdapat alat oksimeter pulsasi yang hanya berukuran sebesar kotak korek api yang dapat dipasang pada ujung jari.
Penggunaannya kini tidak hanya sebatas di rumah sakit. Oksimeter pulsasi juga populer digunakan dalam bidang olahraga, penerbangan, kegiatan mendaki gunung, dan kegiatan rekreasi lainnya.
Probe pulse oximeter memiliki pemancar cahaya dan sensor yang harus disejajarkan untuk menangkap cahaya di sisi lain dari jaringan atau pantulan cahaya dari lokasi lain seperti jari tangan.
Pada umumnya probe pulse oximeter merupakan sebuah penjepit yang ditempatkan tepat di atas kuku jari.
Gambar di bawah ini menunjukkan penggunaan pulse oximeter dengan lebih jelas.
Langkah di atas merupakan cara cek saturasi oksigen yang paling sederhana. Langkah-langkah di atas juga menunjukkan bagaimana cara baca oximeter.
Oksimeter atau oksimetri pulsasi merupakan adalah salah satu parameter monitor standar menurut Perhimpunan Dokter Anestesi untuk semua kasus anestesi atau pembiusan.
Selain itu, oksimeter pulsasi harus digunakan untuk pasien rawat inap yang menerima obat yang dapat mengganggu pernapasan mereka (misalnya obat golongan opioid).
Semua pasien dengan masalah pernapasan akut harus dipantau dengan pulse oximetry baik di ruang gawat darurat, unit perawatan intensif, rumah sakit umum atau pengaturan ambulans pra-rumah sakit.
Pulse oximetry tidak hanya digunakan untuk mendiagnosis hipoksia (kekurangan oksigen pada jaringan) dengan cepat tetapi. Alat kecil ini juga digunakan untuk menentukan pengobatan hipoksia. Termasuk parameter dukungan ventilator dan oksigen tambahan untuk menghindari hiperoksia (kondisi kelebihan oksigen pada jaringan tubuh).
Pada umumnya, pulse oximeter digunakan untuk mengukur saturasi oksigen. Saturasi oksigen adalah elemen penting dalam pengobatan pasien.
Oksigen dalam tubuh kita diatur dengan sangat ketat karena kondisi kekurangan oksigen dalam darah (hipoksemia) menyebabkan kondisi efek samping akut.
Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak hemoglobin yang terikat dengan oksigen dibandingkan dengan seberapa banyak hemoglobin yang tidak terikat dengan oksigen.
Lalu, bagaimana hasil pemeriksaan pulse oximeter dapat digunakan untuk menentukan kondisi kesehatan kita dan berapa rentang nilai normal oximeter?
Nilai saturasi oksigen normal adalah 96% hingga 100% pada ketinggian yang dianggap normal. Cara mengukur saturasi oksigen tersebut tentunya dapat kita lakukan dengan cara sederhana. Menempatkan oksimeter pada jari tangan adalah salah satu metode pengukuran kadar saturasi oksigen.
Seseorang yang tinggal atau sedang berada pada ketinggian (misalnya sedang naik gunung) bisa memiliki nilai saturasi oksigen yang lebih rendah. Alat oksimeter ini biasanya diatur untuk dapat menilai saturasi oksigen dalam rentang 70%-100%. Tingkat dengan tingkat akurasi 2% sampai 4%.
Pada pasien dengan tingkat saturasi oksigen di bawah 70% maka alat ini tidak dapat melakukan pengukuran dengan baik.
Alasan mengapa alat in ditetapkan menilai saturasi oksigen pada rentang 70% hingga 100% karena pada pasien dengan kadar saturasi oksigen di bawah 70% memerlukan pengobatan yang tepat.
Bila temuan pemeriksaan mendapatkan saturasi oksigen di bawah 70% maka dokter akan melakukan pemeriksaan analisa gas darah.
Tindakan analisa gas darah ini dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah arteri (pada umumnya pembuluh darah arteri di lipat paha atau pergelangan tangan).
Hasil saturasi oksigen di bawah 95% umumnya dianggap suatu kondisi kekurangan oksigen yang membutuhkan intervensi pengobatan dengan cara pemberian oksigen.
Pada kondisi ini maka dokter atau petugas medis akan memberikan oksigen melalui kanul hidung atau sungkup.
Pulse Oximeter juga dapat digunakan untuk mengukur denyut nadi. Sehingga dapat pula dimanfaatkan sebagai dasar sederhana menilai apakah denyut jantung teratur atau tidak.
Hasil pengukuran pulsasi atau denyut nadi atau denyut jantung yang normal adalah berkisar 60 hingga 100 kali per menit.
Pada masa pandemi seperti sekarang ini, pulse oximeter disarankan penggunaannya terutama pada pasien COVID-19 kasus konfirmasi tanpa gejala.
Sebelum membahas penggunaan oximeteri pada kondisi COVID-19 ada baiknya kita tahu komplikasi pemeriksaan menggunakan alat ini.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul setelah menggunakan alat ini antara lain:
Selain komplikasi juga terdapat keterbatasan dalam penggunaan oksimetri. Keterbatasan ini antara lain:
Beberapa hari yang lalu kami mendapatkan sebuah video dari Ikatan Dokter Indonesia cabang Surabaya.
Video tersebut menjelaskan bahwa terdapat pasien terkonfirmasi COVID-19 positif tanpa gejala yang mengalami penurunan kadar oksigen pada jaringan.
Dr. Chistrijogo S.W, Sp. AN., KAR, Dokter ahli anestesi, dari IDI Cabang Surabaya menyatakan bahwa pasien COVID-19 tanpa gejala dengan penurunan saturasi oksigen banyak ditemukan.
“Beberapa pasien tampaknya baik-baik saja, tetapi memiliki kadar oksigen yang rendah. Tanpa disadari bisa menimbulkan kematian/meninggal dunia. Kondisi ini kita sebut namanya: “Happy Hypoksia.” Ujar DR. Dr. Chistrijogo S.W, Sp. AN., KAR.
Temuan pada pasien COVID-19 positif di Surabaya menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami gejala COVID-19 (batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas), tetapi kadar saturasi oksigen yang terukur adalah 91%.
Cukup jauh di bawah nilai saturasi oksigen normal yang telah kami paparkan di atas.
Kondisi penurunan saturasi oksigen pada pasien positif tanpa gejala ini dapat menyebabkan kematian.
Kondisi ini dapat dicegah dengan membiasakan diri untuk mengukur saturasi oksigen menggunakan probe pulse oximeter atau pulse oximetry pada jari tangan.
Pada pasien terkonfirmasi COVID-19 positif kadar saturasi oksigen yang terukur dalam rentang 92% hingga 93% pada udara ruangan.
Kita tahu bahwa kadar oksigen pada udara ruangan adalah 21%. Sehingga membutuhkan pemberian oksigen tambahan melalui selang hidung atau sungkup.
Lalu, apa yang dinyatakan literatur ilmiah terkait penggunaan Pulse Oximetry pada pasien COVID-19.
Kami cukup terkejut ketika melakukan pencarian jurnal kedokteran dan kesehatan melalui situs PubMed.com.
Hasil pencarian kami menggunakan kata kunci Pulse Oximeter atau Pulse Oximetry dan COVID menunjukkan hasil sebanyak 21 publikasi jurnal.
Oximeter COVID juga menjadi salah satu kata kunci pencarian dan berita terbanyak belakangan ini.
Seluruh jurnal kedokteran dan kesehatan tersebut diterbitkan pada tahun 2020. Kami akan berusaha merangkum beberapa hal yang penting terkait penggunaan alat pengukur saturasi oksigen ini pada kondisi COVID-19 tanpa gejala.
Luks AM dan Swenson ER dalam publikasi ilmiahnya yang berjudul Pulse Oximetry for Monitoring Patients with COVID-19 at Home: Potential Pitfalls and Practical Guidance merekomendasikan pengukuran saturasi oksigen dilakukan oleh pasien terkonfirmasi positif tanpa gejala di rumah.
Tujuan monitoring tersebut adalah untuk mengurangi risiko komplikasi karena penurunan kadar oksigen pada darah dan jaringan. Biaya yang murah dan kemudahan penggunaan menjadi salah satu pertimbangan rekomendasi mereka.
Meskipun demikian, mereka tidak merekomendasikan penggunaan pengukur saturasi oksigen menggunakan ponsel pintar atau jam tangan atau gelang karena belum jelas keakuratannya.
Michard F, Shelley K, dan L’Her E juga merekomendasikan penggunaan oksimetri atau oksimeter pulsasi di rumah bagi pasien COVID-19. Mereka berpendapat bahwa pengukuran saturasi oksigen ini dapat mengukur upaya pernapasan dan mencegah tertundanya tindakan intubasi (memasukkan selang ke saluran napas untuk membantu pernapasan) pada pasien COVID-19 dengan gagal napas.
Lalu, mengapa COVID-19 tanpa gejala dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen pada pasien yang disebut sebagai “Silent Hypoxemia”.
Beberapa literatur ilmiah memang menyatakan kondisi ini sebagai Happy Hypoksia, tetapi beberapa ahli lebih berpendapat bahwa kondisi ini adalah Silent Hypoxemia.
Media-media termasuk portal berita online banyak menuliskan tentang kondisi ini. Namun, mereka cenderung menjelaskan kondisi kekurangan okisgen pada pasien COVID-19 tanpa Gejala dan hubungannya dengan penggunaan pulse oximeter.
Kami mencoba untuk menjawab pertanyaan mengapa kondisi ini dapat dialami pasien terkonfirmasi positif tanpa gejala.
Michard F, Shelley K, dan L’Her E pada publikasi mereka yang terbit pada jurnal American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine berpendapat bahwa kondisi ini dapat terjadi karena Virus corona mungkin mempengaruhi sensitivitas reseptor terhadap oksigen. Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi pernyataan tersebut.
Kemudian, apakah kita butuh memiliki pulse oximetry ini di rumah?
Bila kami pribadi yang mendapatkan pertanyaan tersebut maka jawaban kami adalah “PERLU”.
Terutama bagi kita yang tinggal di zona merah pandemi COVID-19 ini. Meskipun demikian, kita harus yakin dan dapat memastikan bahwa kita dapat menggunakan alat ini dengan baik. Selain itu, kita juga harus tahu menentukan hasil pemeriksaan alat ini dan kapan harus ke dokter.
Bila kita punya alat ini di rumah dan mengerti cara menggunakannya dengan baik maka pulse oximeter sangat bermanfaat selama masa pandemi.
Satu hal yang penting, hasil normal saturasi oksigen menggunakan alat ini bukan merupakan suatu pengukuran yang akurat untuk menentukan apakah seseorang menderita COVID-19 atau tidak.
Begitu pula sebaliknya, penurunan kadar saturasi oksigen tidak semerta-merta menentukan seseorang menderita COVID-19.
Selain itu, seseorang bisa saja memiliki kondisi kadar saturasi oksigen yang normal, tetapi tiba-tiba kadar saturasi oksigennya turun.
Hal seperti ini sering ditemukan pada orang dengan riwayat penyakit seperti:
Beberapa Link pembelian Oximeter yang telah kami lakukan pengecekan AKL dan izin edar dari situs infoalkes.kemenkes.go.id:
Pulse Oximeter merupakan alat sederhana yang berguna untuk menilai tingkat oksigen dalam darah (saturasi oksigen). Alat ini dapat dimanfaatkan pada masa pandemi terutama untuk pasien COVID-19 positif tanpa gejala.
Memiliki alat ini di rumah sangat bermanfaat untuk mengetahui kadar saturasi oksigen terutama pada masa pandemi. Namun, alat ini tidak serta merta dapat mendeteksi penyakit COVID-19.
Alat ini juga bermanfaat bagi penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronik untuk menentukan serangan sumbatan jalan napas.
Semoga pandemi ini segera berakhir dan alat kecil ini tidak bertambah mahal harganya karena informasi ini.
Informasinya sangat berguna Dok. Cuma saya ingin menchallenge sedikit argumen dokter mengenai “Perlukah Kita Punya Pulse Oximeter di Rumah?” Argumen jawaban dokter berkata perlu. Namun kalimat selanjutnya tidak ada yang mendukung kenapa hal itu perlu. Misalnya “alat ini tidak serta merta dapat mendeteksi penyakit COVID-19”. Lalu kenapa Dokter bilang itu perlu?
Terima kasih atas masukkannya. Alat oksimeter perlu ada di rumah terutama pada pasien yang menjalani isolasi mandiri COVID-19. Alat ini benar tidak dapat mendiagnosis COVID-19, tetapi dapat membantu pasien COVID-19 untuk memantau kondisinya. Terutama terkait dengan potensi kemunculan Silent Hypoxia. Oleh karena itu, WHO mengimbau agar pasien COVID-19 atau orang yang sedang menjalani isolasi mandiri untuk memiliki oximeter. Hal ini dikarenakan sebagian pasien COVID-19 bisa mengalami happy hypoxia atau silent hypoxia, yaitu kondisi menurunnya saturasi oksigen dalam darah tanpa disertai gejala.
Selamat sore dok saya mau tanya utk waktu pembacaan hasil oksimeter yg muncul butuh waktu berapa lama utk menentukan hasil yg akurat,
Apakah muncul angka pertama atau angka berikutnya terima kasih