Pengendalian Tembakau: Fakta dan Permasalahannya

pengendalian tembakauSlogan peringatan pada bungkus rokok di Indonesia dimulai dengan “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin” hingga pada saat ini berupa “Merokok Membunuh Mu” hanyalah sebatas formalitas. Peringatan tersebut wajib tercantum pada bungkus rokok semata-mata agar perusahaan rokok telah mematuhi aturan terkait dengan iklan ataupun kemasan rokok. Pertanyaannya, Berapa banyak dari kita yang berhenti merokok ketika menyadari ada peringatan tersebut pada kemasan rokok? Tentu saja sangat sedikit. Bahkan, sangat sulit bagi seorang dokter untuk mengedukasi pasien dalam hal berhenti merokok. Lalu, apakah pemerintah sudah melaksanakan program pengendalian tembakau?

 

Fakta Tentang Rokok dan Pengendalian Tembakau 

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang menyumbang populasi perokok dunia. Data WHO pada tahun 2015 menyebutkan bahwa 51,1% populasi di Indonesia merupakan perokok dan angka tersebut adalah yang terbesar untuk Asia Tenggara. Pada tahun 2016 angka perokok di Indonesia mengalami penurunan yaitu sekitar 36% perokok aktif atau sekitar 60 juta penduduk Indonesia. Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi 28 dari seluruh negara di dunia terkait dengan jumlah perokok. Akan tetapi, Berbeda dengan konsumsi rokok di banyak negara lain yang diprediksi bakal menurun, angka perokok aktif di Indonesia diyakini akan naik menjadi 90 juta orang pada tahun 2025.

WHO sendiri berkomitmen untuk memerangi epidemi tembakau global. Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO mulai berlaku pada Februari 2005. Sejak saat itu itu, konvensi ini telah menjadi salah satu perjanjian yang paling banyak dianut dalam sejarah PBB dengan 180 pihak yang meliputi 90% dari populasi dunia.

Konvensi Kerangka Kerja WHO adalah alat pengendalian tembakau yang paling penting dari WHO dan tonggak dalam promosi kesehatan masyarakat. Konvensi ini adalah perjanjian berbasis bukti yang menegaskan kembali hak masyarakat untuk standar tertinggi kesehatan, memberikan dimensi hukum bagi kerjasama kesehatan internasional dan menetapkan standar yang tinggi untuk kepatuhan suatu negara.

Pada tahun 2008, WHO memperkenalkan cara praktis, hemat biaya untuk meningkatkan pelaksanaan ketentuan Konvensi Kerangka Kerja WHO yang disingkat dengan: MPOWER. Setiap ukuran MPOWER sesuai dengan setidaknya 1 ketentuan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau WHO.

6 langkah MPOWER adalah:

  1. Memantau penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan
  2. Melindungi orang dari penggunaan tembakau
  3. Menawarkan bantuan untuk berhenti menggunakan tembakau
  4. Memperingatkan tentang bahaya tembakau
  5. Menegakkan larangan iklan, promosi dan sponsor rokok
  6. Menaikkan pajak tembakau.

Pengendalian Tembakau di Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia sudah melakukan penandatanganan dan ratifikasi terhadap konvensi keranka kerja pengendalian tembakau tersebut?, mari kita perhatikan gambar di bawah ini.

pengendalian tembakau
Laporan lengkapnya dapat diunduh di :http://www.who.int/entity/tobacco/surveillance/policy/country_profile/idn.pdf?ua=1

Gambar tersebut merupakan potongan dari lembaran profil negara yang tertuang pada laporan tahunan WHO terkait dengan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau. Indonesia sampai saat ini adalah satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) tersebut.

Salah satu alasan Indonesia belum melakukan ratifikasi karena rokok merupakan penyumbang terbesar pendapatan cukai dengan kontribusi sebesar 96 persen, dengan nilai Rp 139,5 triliun dari total pendapatan cukai negara sebesar Rp 144,6 triliun pada tahun 2015. Selain itu, Tembakau sebagai komoditi strategis dan  petani tembakau akan terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan. Akan tetapi, dampak positif akan diperoleh terkait dengan kesehatan warga dan juga kepentingan generasi muda kedepan.

Sumber:

  1. WHO report on the global tobacco epidemic 2015

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga menjadi Peserta Terbaik Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 4 Tahun 2024 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Anda Juga Mungkin Suka
Mengapa Supir Identik untuk Melarikan Diri Setelah Kecelakaan

Mengapa Supir Identik untuk Melarikan Diri Setelah Kecelakaan

Microsleep: Bahaya Tersembunyi bagi Pengemudi Mobil

Microsleep: Bahaya Tersembunyi bagi Pengemudi Mobil

Jantung Bengkak Apakah Bisa Sembuh

Jantung Bengkak Apakah Bisa Sembuh

Makanan Sehat yang Ternyata Berbahaya Jika Berlebihan

Makanan Sehat yang Ternyata Berbahaya Jika Berlebihan

Makanan Tinggi Serat Yang Harus Dimakan

Makanan Tinggi Serat Yang Harus Dimakan

Diabetes Bisa Sembuh – Benarkah?

Diabetes Bisa Sembuh – Benarkah?