Luka robek (laserasi) merupakan inkontinuitas jaringan berupa robekan atau potongan jaringan lunak yang dapat disebabkan oleh trauma tumpul (jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor), insisi benda tajam, atau gigitan mamalia.
Perdarahan dapat terjadi pada luka robek mulai dari perdarahan minimal hingga perdarahan masif yang menyebabkan sudut luka tidak tampak jelas
Pada luka gigitan atau luka tusuk yang dalam, perdarahan biasanya terjadi secara internal dibandingkan eksternal. Kondisi mengakibatkan perubahan warna kulit disekitar luka.
Luka robek ini pada umumnya membutuhkan penutupan luka dengan metode penjahitan luka. Berdasarkan definisi penutupan luka robek dapat diklasifikasikan menjadi:
Penutupan primer – penutupan luka pada saat presentasi awal.
Penutupan luka primer tertunda (delayed) – penutupan luka dilakukan 3-5 hari setelah dressing awal luka pada luka yang harus dibiarkan terbuka karena risiko tinggi terinfeksi (misalnya luka gigitan).
Penyembuhan luka intensi sekunder – membiarkan luka sembuh alami melalui kontraksi, tanpa upaya untuk membantu penutupan luka.
Pertimbangan Sebelum Pengobatan dan Indikasi Rujukan Bedah
Pertimbangkan hal ini sebelum membersihkan atau menutup luka
Mekanisme dan waktu cedera
Riwayat pasien, termasuk:
Infeksi HIV
Riwayat diabetes dan kadar gula darah terakhir
Alergi khususnya terhadap obat anastesia, lateks, antibiotik, dan perban
Riwayat imunisasi tetanus
Pemeriksaan awal status neurovaskular dan status fungsional bagian tubuh
Keparahan luka
Ada atau tidaknya benda asing pada luka
Indikasi rawat inap atau rujukan ke spesialis bedah
Luka dalam pada tangan dan kaki
Luka robek besar pada kelopak mata, bibir, atau telinga
Luka yang melibatkan nervus, arteri besar, tulang, sendi, dan tendon.
Luka penetrasi yang tidak diketahui kedalamannya
Cedera remuk berat
Luka terkontaminasi yang membutuhkan drainase
Luka dengan outcome terkait dengan kosmetik
Benda asing dekat pembuluh darah, sendi, dan nervus.
Manajemen Nyeri Peri Prosedural
Infiltrasi anestesia lokal
Anestetik lokal yang digunakan untuk infiltrasi seperti lidokain 1% (Xylocaine 10 mg / mL) atau bupivacaine 0,25% (Marcaine 2,5 mg / mL) sering digunakan untuk penutupan luka
Epinefrin dapat ditambahkan ke lidokain atau bupivakain untuk membantu mengendalikan perdarahan luka melalui vasokonstriksi di daerah dengan pasokan vaskular yang cukup banyak
Selain memberikan hemostasis, durasi kerja lidokain dengan epinefrin (sekitar 10,4 jam) dilaporkan dua kali lebih lama dibandingkan lidokain tanpa epinefrin (sekitar 4,9 jam)
Penambahan epinefrin tidak dianjurkan untuk daerah yang berisiko terkena iskemia karena suplai darah yang bervariasi, seperti ujung hidung distal, pinna, dan penis, namun dapat digunakan dengan suntikan pada daerah jari dan tangan.
Pilihan obat / dosis yang disarankan meliputi
Lidokain 3-5 mg / kg tanpa epinefrin, atau sampai 7 mg / kg dengan epinefrin
Bupivakain 1-2 mg / kg tanpa epinefrin, dan sampai 3 mg / kg dengan epinefrin
Luka besar pada ekstremitas mungkin memerlukan blok regional untuk mencegah dosis anestesi toksik
Pada pasien alergi terhadap bentuk amida anestesi lokal, pertimbangkan diphenhydramine intradermal 1%
Metode untuk meminimalkan rasa sakit injeksi lokal
Buffer lidocaine dan epinefrin dengan 10 mL : 1 mL bikarbonat 8,4%
Hangatkan obat anestesi lokal
Mengalihkan perhatian pasien (menggunakan musik atau berpaling dari pasien) dan / atau menarik perhatian dari area injeksi (jepit atau tekanan ringan di dekat tempat suntikan)
Gunakan jarum ukuran 27- atau 30-gauge
Masukkan jarum yang lebih tegak lurus dibandingkan sejajar dengan kulit
Menstabilkan spuit dengan tangan lain untuk menghindari goyangan jarum, dan letakkan ibu jari di ujung spuit sebelum menembus kulit.
Suntikkan 0,5 mL di bawah dermis (bukan di dermis), lalu tunggu sampai pasien mengatakan bahwa rasa sakit sudah hilang sebelum melanjutkan
Suntikkan 2 mL tambahan sebelum menggerakkan jarum, dan kemudian menyuntikkan secara anterior sambil menggerakkan jarum perlahan (pastikan 1 cm anestesi lokal selalu teraba atau terlihat di depan jarum)
Persiapan yang dilakukan pada daerah yang mengalami laserasi dan area sekitarnya termasuk:
Pembersihan luka dengan ≥ 1 irigasi, kompres, atau perendaman berdasarkan jenis cedera, pertimbangan lingkungan, dan keparahan luka
Bersihkan semua benda asing yang tampak dengan menggunakan klem
Debridement jaringan
Cukur rambut sekitar untuk mencegah kontaminasi (hindari mencukur alis mata)
Irigasi
Irigasi menggunakan air atau normal saline dialirkan secara perlahan melalui permukaan luka dan merupakan langkah yang penting untuk optimalisasi penyembuhan luka
Keuntungan irigasi antara lain:
Membersihkan debris dalam
Hidrasi luka
Membantu dalam inspeksi luka
Sesuaikan volume irigasi berdasarkan karakteristik luka dan derajat kontaminasi untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
Jika tekanan irigasi terlalu tinggi, dapat menyebabkan risiko:
Kerusakan jaringan lebih lanjut, khususnya luka yang memiliki vaskularisasi besar seperti daerah kulit kepala dan wajah
Infeksi jika bakteri masuk ke kompartemen yang lebih dalam
Volume dan tekanan irigasi yang optimal masih tidak jelas
Volume irigasi 50-100 ml per cm laserasi dilaporkan cukup adekuat
Tekanan irigasi dapat dicapai denga menggunakan spuit volume 30 atau 60 mL dengan menggunakan jarum yang berukuran 18G
Pertimbangan tambahan:
Irigasi semua permukaan luka, termasuk yang membutuhkan pembukaan sisi kulit atau skin flap
Cairan irigasi yang dihangatkan lebih nyaman bagi pasien
Hindari penggunaan povidone-iodine, hidrogen peroksida, dan detergen karena dapat menghalangi proses penyembuhan
Antibiotik profilaksis diindikasikan pada gigitan mamalia, luka tusuk dalam, atau luka yang melibatkan tangan atau jari, tapi tidak dibutuhkan pada jenis luka bersih lainnya, atau luka non gigitan pada pasien yang sehat.
Rekomendasi dari Infectious Disease Society of America (IDSA) 2014 untuk penggunaan antibiotik pada luka gigit:
Pilihan antibiotik oral atau parenteral bergantung pada kedalaman dan keparahan luka serta waktu sejak gigitan (> 8 ham berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi)
Untuk gigitan binatang, rejimen antibiotiknya berupa
Amoksisilin-klavulanat 875 mg setiap 12 jam PO
Bila alergi terhadap beta-laktam gunakan doksisiklin PO atau IV, Kotrimoksazol PO atau fluorokuinolon ditambahkan dengan klindamisin atau metronidazole
Pada ibu hamil yang alergi beta laktam pertimbangkan pemberian Azitromisin dan observasi ketat terkait toleransi obat
Pilihan IV adalah ampicillin-sulbactam 1.5-3 g setiap 6 jam
Gigitan manusia
Oral Amoksisilin-klavulanat 875 mg setiap 12 jam PO
Jika alergi penisilin, gunakan siprofloksasin atau levofloksasin ditambahkan dengan metronidazole
Pada ibu hamil yang alergi penisilin berikan kotrimoksazol
Pilihan IV adalah ampicillin-sulbactam 1.5-3 g setiap 6 jam
Profilaksis Tetanus Pada Luka Robek
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan profilaksis tetanus pada:
Berikan vaksinasi tetanus booster segera jika
Tidak ada riwayat imunisasi tetanus
Pasien dengan riwayat imunisasi < 3 dosis atau jumlah dosis yang tidak pasti
Dosis pemberian terakhir > 10 tahun yang lalu
Dosis pemberian terakhir dalam 5-10 tahun dengan laserasi berat
Berikan tetanus immune globulin pada pasien dengan luka tusuk atau luka terkontaminasi dan tanpa riwayat imunisasi, riwayat imunisasi < 3 dosis, atau riwayat imunisasi yang tidak pasti.
Penutupan Luka Robek
Waktu Penutupan Luka Robek
Bukti yang menyarankan bahwa waktu optimal dari cedera hingga perbaikan laserasi tidak cukup baik, tapi rekomendasi menyarankan penutupan luka segera dan berhubungan dengan pembuhan luka yang lebih baik.
Laserasi non kontaminasi pada daerah dengan suplai pembuluh darah yang banyak, seperti kepala dan wajah, dapat ditutup hingga 24 jam dari waktu cedera
Laserasi non kontaminasi pada daerah tubuh dan ekstremitas harus ditutup < 12 jam pasca cedera. Beberapa bukti menunjukkan penyembuhan yang adekuat setelah 19 jam pasca cedera.
Luka robek karena gigitan harus dibiarkan terbuka karena risiko infeksi kecuali pada daerah wajah karena berpotensi menyebabkan cacat
Pertimbangkan penutupan luka primer tertunda pada hari ke 3-5 setelah dressing pada luka gigitan
Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga menjadi Peserta Terbaik Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 4 Tahun 2024 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.