Saat menjalani kegiatan sebagai Dokter Internsip di Puskesmas saat ini saya menemukan suatu hal yang membuat saya binggung dan bertanya-tanya. Contohnya pada Ny. A, beliau adalah penderita hipertensi dan diabetes mellitus. Hari itu dia datang ke puskesmas untuk mengecek tekanan darah dan kadar gula darahnya. Pemeriksaan ini adalah hal yang rutin dilakukan oleh Ny. A setiap bulannya. Saat itu Ny. A mengaku bahwa sudah tidak lagi mengkonsumsi obat hipoglikemik oral dan obat anti hipertensi selama satu bulan terakhir. Iya memilih beralih ke obat herbal dari sebuah perusahan yang berfokus untuk memproduksi obat herbal.
Hari itu, kadar gula darah dan tekanan darah Ny.A dalam batas normal. Padahal catatan tekanan darah dan kadar gula darah bulan yang lalu masih dalam batas tinggi. Hal inilah yang membuat saya binggung, Ny. A tidak mengokonsumsi OHO dan anti hipertensi tapi mengapa tekanan darah dan kadar gula darahnya normal? Apakah produk herbal yang dikonsumsi memiliki efek terhadap penurunan tekanan darah dan kadar glukosa darah?
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ini membuat saya mencoba menulis pandangan pribadi terkait dengan obat herbal dan posisinya dalam ilmu kedokteran modern.
Pernyataan di atas terlontar begitu saja dari pikiran saya. Didukung dengan fakta bahwa banyak pengobatan alternatif atau obat herbal yang saat ini telah dikemas dalam bentuk modern. Namun, Belum adanya integrasi metode pengobatan ini ke dalam dunia kedokteran modern lah yang membuatnya masih dipandang sebagai alternatif.
Seorang dokter di Indonesia kurang lebih akan menjalani pendidikan dan pelatihan sekitar 5-6 tahun sebelum akhirnya menerapkan ilmunya pada masyarakat melalui program yang disebut Internsip. Waktu yang lama tersebut terkadang kurang untuk membuka pikiran dan mengarahkan dokter bahwa setiap pasien memiliki potensi untuk sembuh serta menyadari bahwa bukan dokter yang menyembuhkan melainkan Allah SWT.
Dokter hanya perantara untuk kesembuhan pasien. Jika kita dapat membuka pikiran kita maka sebagai seorang penyembuh yang menjadi perpanjangan tangan Allah SWT maka kita dapat mengintegrasikan semua terapi termasuk pengobatan alami dan menggunakannya untuk membantu penyembuhan pasien.
Dunia kedokteran modern yang berfokus pada pengobatan berdasarkan hasil penelitian dan bukti ilmiah terhadap manfaat dan risiko suatu metode pengobatan telah berada pada posisi teratas dalam ilmu kedokteran modern. Pemahaman yang baik terhadap percobaan atau uji klinis acak acak, double blind, terkontrol dan bahkan hingga meta analisis atau tinjuan sistematis merupakan standar emas dalam dunia kedokteran agar suatu pengobatan dapat diterapkan pada praktik sehari-hari.
Jauh sebelum ilmu kedokteran modern berkembang, ilmu pengobatan tradisional telah lebih dahulu berkembang pesat. Dalam islam, ilmu kedokteran nabi atau pengobatan ala Rasullulah pada masa itu juga sangat berkembang dengan prinsip pengobatannya yang berfokus pada prinsip menjaga kesehatan, menjaga tubuh dari unsur berbahaya, mengeluarkan unsur berbahaya dari dalam tubuh.
Saat ini, Jika kita membaca jurnal kedokteran. Beberapa dari kita pasti merasa bahwa jurnal tersebut paling benar. Namun, tidak semua jurnal dapat memberikan suatu gagasan yang membedakan hitam atau putih dengan jelas.
Saat memberikan pengobatan dokter harus mempertimbangkan pro dan kontra, manfaat versus bahaya.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa suatu perawatan yang diyakini oleh medis bermanfaat berdasarkan bukti ternyata di kemudian hari dinyatakan tidak bermanfaat malah berbahaya.
Bukti ilmiah bisa berubah cukup cepat dari waktu ke waktu. Baik dengan pengobatan baru dan bukti baru tentang seberapa efektif pengobatan yang telah ada sebelumnya.
Bila kita membaca majalah kesehatan yang dikeluarkan oleh produsen produk kesehatan alami, anda mungkin akan mendapatkan gagasan bahwa semua yang alami itu baik dan tidak membahayakan. Kita mungkin mempercayai bahwa pendekatan dengan sesuatu yang alami telah terbukti benar melalui penelitian.
Tapi apakah penelitian terhadap obat herbal atau obat alami itu merupakan penelitian yang standar.
Di luar sana banyak percobaan klinis yang buruk dan tentu saja tidak memberikan cukup bukti ilmiah.
Fakta yang harus kita pahami adalah beberapa jurnal lebih baik dibandingkan dengan jurnal yang lainnya. Jika hasil penelitian dipublikasikan pada jurnal peer-review, maka artikel penelitian tersebut telah diperiksa oleh reviewer atau editor dan dapat diterima oleh profesi.
Jadi apabila mendengar tentang penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal yang tidak umum. Hasil penelitiannya mungkin akan bias dan tidak dapat diandalkan sebagai suatu bukti ilmiah.
Kondisi inilah yang juga menyebabkan obat herbal belum dapat menandingi atau diintegrasikan dengan superioritas kedokteran modern.
Hingga saat ini, salah satu tantangan lain yang dihadapi dalam penelitian obat herbal atau pengobatan alternatif adalah berkaitan dengan pendanaan. Perusahaan farmasi mengembangkan sebagian besar obat-obatan, dan mereka berhadap bisa memasarkan dan menghasilkan uang dari obat yang mereka temukan melalui penelitian.
Penelitian untuk obat dapat menghabiskan biaya investasi milyaran rupiah untuk memastikan suatu obat aman. Jika pengobatan alami atau obat herbal dilakukan hal yang sama maka tentu saja pengobatan atau obat herbal tersebut dapat digunakan secara utuh dalam dunia kedokteran.
Seringkali obat herbal atau pengobatan alternatif dinyatakan bermanfaat hanya karena ada satu dua orang yang mendapatkan hasil yang baik ketika mengkonsumsi atau mengikuti pengobatan alternatif tersebut. Padahal, hal yang sama belum tentu dapat terjadi dengan anda.
Saat ini kita hidup dalam dunia modern dimana para peneliti telah berlomba untuk membuat peta DNA, penelitian sel punca (stem sel), transplantasi organ, MRI, dan mengembangkan peralatan diagnostik yang canggih, serta obat-obatan dan teknik bedah yang lebih baru dan canggih.
Sementara fokus untuk membantu mengatasi gejala dan penyakit pasien berada ujung jari dokter. Terkadang kita lupa bahwa seseorang yang sakit lebih dari sekedar penyakit di dalam tubuhnya. Kita lupa bahwa manusia lebih dari sekedar gejala atau pengobatan. Kita melemahkan profesi kita hanya kerena menanggap pasien sebagai penyakit yang harus disembuhkan bukan manusia seutuhnya.
Kedokteran juga terkadang menjadi profesi yang konservatif oleh sebab itu dokter membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menerima suatu pengobatan baru yang telah diterima oleh profesi medis. Mindset dokter terhadap suatu pengobatan baru dapat menjadi cacat karena kepercayaan akan ilmu yang telah dipelajari terlebih dahulu. Padahal ilmu dalam bidang kedokteran berkembang sangat cepat.
Jika kita belajar dari sejarah Semmelweis,yang pada tahun 1848, mengenalkan prosedur cuci tangan antiseptik di ruang rawat kebidanan.
Pendekatan baru ini terbukti mengurangi angka kematian akibat demam saat nifas. Namun, apa yang terjadi pada Semmelweis saat itu, Ia dikucilkan oleh rekan-rekannya karena mereka merasa tersinggung dan menggangap hal tersebut merupakan gagasan bahwa dokter dapat menjadi pembawa kematian.
Jadi untuk saat ini, kita tidak boleh membuang metode ilmiah kita ketika berhadapan dengan pengobatan alternatif atau herbal dan disaat yang bersamaan kita sebagai dokter harus terbuka terhadap gagasan pengobatan baru yang telah memiliki bukti ilmiah yang cukup meskipun hal tersebut adalah pengobatan alternatif atau obat herbal.
Wallahu’alam Bishawab