Konsensus Sepsis: SOFA VS SIRS Mana Yang Lebih Baik?

Sepsis merupakan suatu kondisi disfungsi organ berat yang disebabkan oleh disregulasi respons host/pejamu terhadap sangkaan infeksi atau infeksi yang dialami. Pada tahun 2016 dirumuskan Konsensus Sepsis (SEPSIS-3) dimana terjadi perubahan definisi sepsis itu sendiri. Perubahan ini disertai dengan kemunculan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) menggantikan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS). Artikel ini akan memberikan gambaran terkait dengan sepsis pada orang dewasa dan tinjauan terkait penggunaan SOFA dan SIRS pada konsensus sepsis.

 

Sepsis masih menjadi salah satu masalah yang besar bidang kedokteran. Hal ini tampak pada masih tingginya insiden dan tingginya angka morbiditas serta mortalitasnya.

konsensus sepsis
Technology image created by Xb100 – Freepik.com

Penelitian populasi menunjukkan bahwa insiden sepsis berat terjadi pada 1 kasus per 1.000 pasien dengan 10% diantaranya terjadi pada pasien yang mendapatkan perawatan intensive di intensive care unit (ICU). [Crit Care 2004 Aug;8(4):222]

Terjadi pula peningkatan sepsis dari 83 menjadi 240 per 100.000 populasi di Amerika Serikat dari tahun 1979 dan tahun 2000. [N Engl J Med 2003 Apr 17;348(16):1546]

Kondisi ini menyumbang > 34% kematian pasien rawat inap di Amerika Serikat. [JAMA 2014 Jul 2;312(1):90]

Di Inggris Raya, 27% pasien yang mendapatkan perawatan di ICU terdiagnosis sepsis berat pada 24 jam pertama rawatan. [Crit Care 2006;10(2):R42]

 

Manifestasi Klinis Sepsis

Pasien dengan sepsis pada umumnya memiliki keluhan utama berupa:

  • Demam
  • Hipotermia
  • Takipneu
  • Nyeri abdomen dengan mual, muntah, atau diare
  • Letargi
  • Penurunan kesadaran

Gejala yang muncul pertama sekali sangat bervariasi sesuai dengan sumber infeksi atau kemunculan SIRS.

sepsis

Terdapat pula temuan gejala inflamasi berupa demam dimana suhu > 38,3°C atau hipotermia < 36°C. Tapi, abnormalitas suhu tubuh ini tidak ditemukan pada seluruh pasien dengan sepsis dan demam > 41,1°C lebih sering tidak terkait dengan infeksi.[Lancet Infect Dis 2002 Mar;2(3):137]

Tanda inflamasi lainnya dapat berupa takikardia dimana denyut nadi > 90x/menit atau > 2 standar deviasi di atas nilai normal berdasarkan usia.

Dapat puala disertai dengan edema signifikan atau balance cairan bernilai positif (> 20 ml/kg selama 24 jam).

Kondisi ini ditandai pula dengan hipoperfusi end organ atau hipotensi dimana:

  • Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
  • Tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg
  • Penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg pada orang dewasa
  • Tekanan darah sistolik > 2 standar deviasi di bawah nilai normal berdasarkan usia

Takipneu juga merupakan salah satu tanda sepsis baik tanpa hipoksia maka pertimbangkan alkalosis respiratorik terkompensasis untuk asidosis metabolik (asidosis laktat).

Bila takipneu dengan hipoksia maka pertimbangkan pneumonia dengan cedera paru akut atau sindrom distress pernapasan akut (ALI/ARDS) atau edema paru atau emboli paru.

Beberapa tanda lainnya seperti takiaritmia (misalnya fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat) juga dapat berkontribusi terhadap hipotensi. Penurunan output urin (< 0,5 mL/kgBB/jam), penurunan capillary refill (> 2 detik), dan penurunan kesadaran juga dapat menjadi tanda sepsis.

Temuan pemeriksaan fisik lainnya dapat bervariasi berdasarkan sumber infeksi penyebab sepsis.

Untuk tanda penyebab infeksi sebaiknya lakukan penilian untuk:

  • meningismus atau pemeriksaan saraf kranial yang abnormal
  • peningkatan kerja pernapasan, crackles basilar, konsolidasi fokal, efusi pleura, redup saat perkusi, gerakan udara focal berkurang, splinting
  • irama jantung reguler dan kehadiran murmur jantung atau suara jantung tambahan, menilai status volume, denyut perifer, dan perfusi
  • nyeri tekan perut terlokalisir, organomegali, tanda peritoneum (seperti rebound atau guarding), dan asites
  • ruam, petechiae, fenomena emboli (seperti lesi Janeway)
  • Apakah terdapat kateter, prosthesis, atau alat lainnya yang terpasang di dalam tubuh dan evaluasi lokasi pemasangan.

 

Penegakan Diagnosis Berdasarkan Konsensus Sepsis 2016

Berdasarkan konsensus sepsis 2016, diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan kriteria klinis.

Yang pertama adalah berasal dari definisi sepsis, yaitu disfungsi organ yang mengancam jiwa disebabkan oleh disregulasi pejamu terhadap infeksi.

Disfungsi organ sendiri didefinisikan sebagai perubahan akut pada skor total SOFA ≥ 2 poin sebagai konsekuensi atas infeksi.

Nilai SOFA awal diasumsikan 0 pada pasien yang diketaui tidak memiliki disfungsi organ sebelumnya.

Nilai SOFA ≥ 2 poin berhubngan dengan risiko mortalitas keseluruhan 10% pada populasi umum di rumah sakit dengan sangkaan infeksi.

Selain itu, terdapat pula definisi syok septik berupa:

  • Sepsis dengan abnormalitas sirkulasi dan abnormalitas seluler/metabolik berat yang cukup penting meningkatkan mortalitas
  • Secara klinis didefinisikan sebagai hipotensi persisten yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) ≥ 65 mmHg dan kadar serum laktat 2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun volume resusitasi telah memadai

Kondisi syok septik ini terkait dengan peningkatan risiko mortalitas sebesar 40%.

 

SOFA VS SIRS Mana Yang Lebih Baik Memprediksi Sepsis

Berbeda dengan SIRS yang hanya membutuhkan 2 atau lebih kriteria berikut:

  • Suhu lebih dari 38°C atau kurang dari 36°C.
  • Denyut jantung lebih dari 90 x/menit.
  • Frekuensi napas lebih dari 20 x/menit atau tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) kurang dari 32 mmHg.
  • Leukosit >12.000/μL atau <4.000/μL atau >10% bentuk imatur.

SOFA membutuhkan lebih banyak penilaian untuk menentukan ada tidaknya suatu kegagalan multiorgan. Penilaian SOFA membutuhkan hasil pemeriksaan PaO2/FiO2, trombosit, skor GCS, Nilai kadar bilirubin, Tekanan arteri rata-rata atau kebutuhan pemberian vasopresor, dan kreatinin.

SOFA

Berdasarkan SOFA diturunkan kritria yang lebih sederhana yang disebut sebagai qSOFA yang terdiri dari 3 komponen yaitu: penurunan kesadaran, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah sistolik.

qSOFA

Lalu, mengapa skor SOFA harus menggantikan kriteria SIRS dalam diagnosis sepsis?

Beberapa penelitian terbaru berikut akan memberikan gambaran efektivitas kedua nya dalam menegakkan sepsis.

qSOFA memiliki sensitivitas yang lebih rendah tapi spesifisitas yang lebih tinggi dibanding SIRS untuk memprediksi mortalitas di rumah sakit pada pasien dengan dugaan infeksi yang di evaluasi oleh tim respons cepat untuk perburukan akut.

Penelitian ini melibatkan 1.708 pasien dengan usia rata-rata 68 tahun dengan sangkaan infeksi atau mengalami perburukan akut. Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk memprediksi mortalitas di rumah sakit maka:

  • klasifikasi risiko tinggi berdasarkan kriteria qSOFA
    • sensitivitas 64,9% (p <0,05 vs kriteria SIRS)
    • spesifisitas 92,2% (p <0,05 vs kriteria SIRS)
    • nilai prediksi positif 80,6%
    • nilai prediktif negatif 84%
  • sepsis berdasarkan kriteria SIRS
    • sensitivitas 91,6%
    • spesifisitas 23,6%
    • nilai prediksi positif 37,5%
    • nilai prediksi negatif 84,9%

Referensi-[Chest 2018 May 17 early online]

Beberapa kesimpulan penelitian lainya yang terkait dengan hal ini adalah:

qSOFA memiliki sensitivitas yang lebih rendah tetapi spesifisitas yang lebih tinggi untuk definisi berdasarkan konsensus sepsis pada tahun 2016 dibandingkan dengan kriteria SIRS pada pasien yang datang ke bagian gawat darurat dengan dugaan infeksi.

Referensi-[Chest 2017 Mar;151(3):586]

 

qSOFA memiliki sensitivitas yang lebih rendah tetapi spesifisitas yang lebih tinggi daripada kriteria SIRS untuk memprediksi mortalitas pada orang dewasa dengan sangkaan infeksi.

Referensi-[Ann Intern Med 2018 Feb 20;168(4):266]

 

Skor qSOFA dan LODS memiliki kinerja prediktif yang lebih tinggi untuk mortalitas di rumah sakit pada pasien di luar ICU dibandingkan dengan kriteria SOFA dan SIRS, sementara skor SOFA dan LODS tampaknya memiliki kinerja tertinggi untuk pasien di ICU.

Referensi-[JAMA 2016 Feb 23;315(8):762]

 

Sedangkan untuk memperkirakan mortalitas pasien yang dirawat di ICU maka

Skor SOFA memiliki diskriminasi yang lebih tinggi untuk mortalitas di rumah sakit daripada skor qSOFA atau kriteria SIRS pada pasien yang dirawat di perawatan intensif dengan diagnosa terkait infeksi.

Kesimpulan di atas di dapatkan berdasarkan penelitian kohort tervalidasi pada 184.875 pasien dewasa (rata-rata usia 63 tahun, 55% pria) yang di rawat di ICU dengan diagnosis terkait infeksi dari database pasien dewasa Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS).

Diagnosis yang paling banyak ditemukan adalah pneumonia bakterialis (17,7%) dimana 18,7% dari seluruh pasien meninggal di rumah sakit dan 55,7% pasien meninggal dengan durasi rawatan ICU ≥ 3 hari.

Skor SOFA awal 0 diasumsikan untuk seluruh pasien. Pasien dinilai dengan menggunakan berbagai kriteria sepsis yaitu:

  • 90,1% memiliki peningkatan skor SOFA ≥ 2
  • 54,4% memiliki skor qSOFA ≥ 2
  • 86,7% memiliki ≥ 2 kriteria SIRS

Berdasarkan penelitian ini nilai mortalitas di rumah sakit menunjukkan nilai sebagai berikut:

  • 20,2% dengan nilai SOFA ≥ 2 vs 4,4% dengan nilai SOFA <2
  • 22,8% dengan nilai 1 SOFA ≥ 2 vs 13,6% dengan nilai qSOFA < 2
  • 19,9% dengan nilai ≥ 2 kriteria SIRS vs 9,8% dengan nilai ≥ 2 kriteria SIRS

Referensi-[JAMA 2017 Jan 17;317(3):290]

 

Berdasarkan penelitian tersebut SOFA atau qSOFA lebih spesifik untuk mendiagnosis sepsis tapi kurang sensitif dibandingkan dengan kriteria SIRS. Untuk Konsensus Sepsis 2016 Anda dapat menemukannya pada link di bawah ini.

 JAMA. 2016 Feb 23;315(8):801-10 full-text

 

Referensi Umum Untuk Artikel Konsensus Sepsis

  1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al; Surviving Sepsis Campaign Guidelines Committee, Pediatric Subgroup. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Crit Care Med. 2013 Feb;41(2):580-637, also published in Intensive Care Med 2013 Feb;39(2):165
  2. Lever A, Mackenzie I. Sepsis: definition, epidemiology, and diagnosis.  2007 Oct 27;335(7625):879-83full-text
  3. Martin GS. Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens and outcomes. Expert Rev Anti Infect Ther. 2012 Jun;10(6):701-6
  4. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, et al; The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3).  2016 Feb 23;315(8):801-10full-text, commentary can be found in JAMA 2016 Jul 26;316(4):456
  5. Rhodes A, Evans LE, Alhazzani W, et al; Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016. Intensive Care Med 2017 Mar;43(3):304

 

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Anda Juga Mungkin Suka
Pengukuran HbA1c pada Pasien Diabetes

Pengukuran HbA1c pada Pasien Diabetes

Alergi Obat – Pendekatan Diagnosis Pasien

Alergi Obat – Pendekatan Diagnosis Pasien

ASIA Impairment Scale: Standar Emas dalam Mengevaluasi Cedera Tulang Belakang

ASIA Impairment Scale: Standar Emas dalam Mengevaluasi Cedera Tulang Belakang

Endnote – Aplikasi Manajemen Daftar Pustaka Efisien

Endnote – Aplikasi Manajemen Daftar Pustaka Efisien

ABCD2 – Alat Skoring Penilaian Risiko Penting Stroke

ABCD2 – Alat Skoring Penilaian Risiko Penting Stroke

Gambar Anatomi Jantung Manusia

Gambar Anatomi Jantung Manusia