Intoksikasi akut adalah suatu kondisi yang umum ditemui pada unit gawat darurat. Pasien dengan paparan racun dan intoksikasi dapat datang dengan spektrum presentasi klinis dan masalah yang luas. Prinsip umum dapat digunakan sebagai acuan berpikir logis untuk mengobati sebagian besar kasus keracunan, sehingga potensi morbiditas dan mortalitas dapat dicegah. Hanya 5% dari total seluruh zat yang dapat menyebabkan keracunan memiliki antidotum spesifik. Sisanya, maka perawatan suportif umum merupakan pendekatan tatalaksana yang paling penting untuk pasien yang mengalami keracunan.
Manajemen efektif pasien dengan intoksikasi akut dapat disusun menjadi lima langkah sistematis sebagai berikut:
Resusitasi dan Stabilisasi Awal
Penilaian Risiko Intoksikasi
Mengurangi Absorpsi atau Membuang Toksin
Memberikan Antidotum
Perawatan Suportif
Pada bagian ini akan ditampilkan langkah dalam mengurangi absorpsi atau membuang toksin, pemberian antidotum dan pewatan suportif intoksikasi akut.
Langkah resusitasi dan stabilisasi awal serta penilaian risiko intoksikasi dapat dilihat pada Bagian I berikut:
Pada pusat pelayanan kesehatan yang memiliki laboratorium kualitatif dan kuantitatif terhadap toksin spesifik (parasetamol, teofilin, dan litium) atau dengan sangkaan alkohol toksik maka dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis dan pengobatan intoksikasi akut.
Pada pasien yang tidak responsif dimana anamnesis tidak dapat dilakukan maka klinisi dapat melakukan skrining toksikologi
Pada kebanyakan kasus intoksikasi akut pemeriksaan elektrolit serum, glukosa, analisa gas darah, dan EKG sering kali menjadi pemeriksaan yang lebih membantu diagnosis dibandingkan dengan skrining toksikologi
Terdapat 3 gap yang penting pada kasus intoksikasi seperti anion gap, osmolal gap dan oxygen saturation gap.
Rentang normal anion gap dapat bervariasi 3-12 mEq/L. Peningkatan anion gap > 20 mEq/L menunjukkan asidosis laktat, uremia, ketoasidosis atau intoksikasi tertentu (tabel 1).
Tabel 1 Agen yang menyebabkan peningkatan anion gap (METALACID GAP)
Metanol, Metformin
Etilene Glikol
Toluence
Alkoholik Ketoasidosis
Laktik Asidosis
Aminoglikosida, agen uremik lainnya
Cyanide, Cabon Monoksida
Isoniazid, Iron
Diabetik Ketoasidosis
Generalized Toksin yang menyebabkan kejang
Asam Asetil Salisilat
Phenformn, Paradehide
Osmol gap serum juga merupakan pemeriksaan yang dapat membantu evaluasi pasien intoksikasi. Khususnya pada pasien dengan intoksikasi alkohol. Zat yang dapat menyebabkan gap serum osmol dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Agen yang menyebabkan peningkatan osmolar gap (ME DIE)
Metanol
Etilene Glikol
Diuretik (Manitol)
Isoprofil Alkohol
Ethanol
Gap saturasi oksigen merupakan perbedaan nilai saturasi oksigen pada pemeriksaan analisa gas darah dengan hasil pembacaan pada pulse oxymetri. Jika perbedaan lebih dari 5%, maka kadar haemoglobin pasien dapat abnormal, menunjukkan suatu intoksikasi karbon monoksida, methemoglobinemia, atau sulfhemoglobinemia.
Pemeriksaan radiologis hanya dilakukan jika terdapat kebutuhan untuk mengevaluasi komplkasi terkait dengan paparan seperti aspirasi atau beberapa obat seperti opioid dan salisilat yang dapat menyebabkan edema pulmoner non kardiogenik
Rongent thorak dibutuhkan pada pasien intoksikasi dengan kompliens atau kompensasi pernapasan
Rongent polos abdomen dapat berguna untuk mendiagnosis berbagai toksin radioopak yang dapat diingat dengan CHIPES: Chloral hyrate, heavy metals, iron, phenothiazines, (body) packers, enteric-coated drugs, dan salisilat.
EKG harus diperiksa pada semua pasien dengan intoksikasi. Bradikardia dan takikardia dapat mengarahkan kapada etiologi toksin tertentu.
Dekontaminasi awal termasuk membuang seluruh pakaian pasien yang telah terkontaminasi ke dalam kantung plastik.
Jika memungkinkan pasien harus dibersihkan dengan air dan sabut
Penggunaan zat neutralizing sangat dikontraindikasikan
Dekontaminasi Lambung
Berbagai metode telah disarankan untuk membuang toksin yang tidak terabsorbsi dari saluran pencernaan untuk mengurangi bioaviabilitas toksin yang tertelah termasuk dengan meninduksi muntah, bilas lambung, dan penggunaan arang aktif serta katartik
Meskipun masih kontroversial, klinisi harus selalui mempertimbangkan keuntungan serta risiko yang berhubungan dengan prosedur pengosongan lambung sebelum melakukan prosedur tersebut. Sangat penting untuk mempertimbangkan:
Apakah zat yang tertelan berpotensi mematikan
Dapatkah prosedur yang dilakukan membuang toksin dalam jumlah yang signifikan
Apakah risiko toksisitas akan mensurun
Dekontaminasi lambung tidak dibutuhkan jika:
pasien menelan agen non toksik atau agen toksik dalam dosis rendah,
pasien dengan riwayat muntah setelah menelan zat toksik
pasien dengan presentasi yang lama setelah menelan zat toksik
pasien menelan agen toksik yang diserap cepat
pasien yang tidak memiliki gejala intoksikasi meskipun telah menelan toksin yang diketahui menyebabkan toksisitas
Pengosongan lambung diindikasikan apabila:
Pasien menelan toksin berisiko tinggi (Sianida, parasetamol).
Harus diingat bahwa beberapa toksin (seperti: antidepresan, phenotiazine, salisilat, opioid, phenobarbital, dan anti kolinergik) dapat memperlambat pengosongan lambung
Pengosongan lambung juga tertunda pada pasien koma. Begitu pula pada pasien yang menelan toksin yang membentuk massa di lambung. Pada situasi ini, pengosongan lambung yang lebih lambat dapat dilakukan (red: belum ada bukti yang mendukung hal ini)
Sirup Ipecac
Emesis, yang akan membuat pengosongan lambung, saat ini terbatas pada pertolongan pertama sebelum pasien sampai dirumah sakit
Rekomendasi terbaru tidak menyarankan penggunaan ipecac karena tidak memiliki cukup bukti dalam peningkatan outcome dan risiko termasuk menunda pemberian antidotum oral dan produk dekontaminasi lainnya, aspirasi, dan komplikasi dari emesis berkepanjangan.
Bilas Lambung (Gastric Lavage)
Istilah bilas lambung digunakan untuk proses bilas orogastrik melalui NGT. Bilas lambung memungkinkan irigasi langsung dan membuang toksin yang belum terabsorpsi pada lambung.
Sebelum melakukan bilas lambung, harus dilakukan pemeriksaan refleks mmuntah pada pasien. Jika refleks muntah tidak ada atau pasien tidak sadar, intubasi harus dilakukan sebelum melakukan bilas lambung untuk memproteksi jalan napas.
Isi lambung harus diaspirasi sebelum dilakukan pembilasan. Bilas lambung dapat dilakukan dengan menggunakan NaCl 0,9% sebanyak 3-4 mL/KgBB. Bilas lambung diteruskan hingga selang bersih. Harus diperhitugkan jumlah cairan yang diberikan untuk mencegah abnormalitas cairan atau elektrolit
Bilas lambung dikontraindikasikan pada:
Pasien tanpa proteksi jalan napas
Pasien yang menelan zat korosif dengan potensi aspirasi tinggi (seperti hidrokarbon)
Pasien dengan kondisi premorbid dimana risiko perdarahan saluran cerna akan muncul bila bilas lambung dilakukan
Katartik telah digunakan selama bertahun-tahun dan dipercaya dapat meningkatkan eliminasi toksin dari saluran cerna
Katartik dosis tunggal biasanya ditoleransi baik, dosis berulang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti:
Imbalance elektrolit
Dehidrasi
Distensi abdomen
Katartik dikontraindikasikan pada pasien dengan:
Ileus
Obstruksi saluran cerna
Gagal ginjal
Hipotensi
Diare berat
Trauma abdomen
Katartik yang sering digunakan antara lain:
Magnesium sulfate (30 gr untuk dewasa dan 250 mg/kg untuk anak-anak), magnesium sitrat (4 ml/kg dengan dosis maksimal 300 ml) dan sorbitol (1gr/kg dalam bentuk solusio 70%)
Arang Aktif
Penggunaan arang aktif merupakan hal yang revolusioner dalam pengobatan intoksikasi dan menjadi pengobtan lini pertama pada pasien yang menelan sejumlah obat yang berpotensi sebagai zat toksin
Arang aktif merupakan metode dekontaminasi yang sangat aman dan efektif ketika zat yang tertelan tidak dapat diidentifikasi. Meskipun demikian, pemberian rutin pada zat yang tidak menimbulkan intoksikasi tidak diindikasikan
Dosis umumnya adalah 1gr/kgBB. Arang aktif dalam bentuk tablet tidak direkomendasikan. Arang aktif harus diberikan dalam bentuk campuran yang telah dilarutkan dengan atau tanpa katartik
Arang aktif dikontraindikasikan pada pasien:
Ileus
Obstruksi mekanik
Menelan zat yang bersifat kaustik
Arang aktif tidak efektif pada:
Zat kaustik
Korosif
Logam berat
Alkohol
Sianida onset cepat
Klorin
Zat besi
Hidrokarbon
Litium (CHARCOAL)
Komplikasi pemberian arang aktif (hipokalemia, konstipasi, aspirasi, obstruksi saluran cerna) jarang terjadi.
Pemberian dosis arang aktif berulang
Dosis multipel arang aktif direkomendasikan pada berbagai intoksikasi
Arang bebas yang tersedia pada saluran cerna dapat mengikat berbagai toksin dan mengurangi waktu paruh berbagai obat dengan menghambat resirkulasi enterohepatik dan enteroenterik
Sebagai tambahan, toksin bebas dalam darah dapat mengalami difusi keluar darah menuju saluran cerna dan berikatan dengan arang, sehingga membuat konsentrasi toksin bebas dalam saluran cerna mendekati angka nol (gut dialisis)
Dosis optimal masih belum diketahui secara jelas. Berdasarkan tingkat keparahan intoksikasi, dosis 0,5-1,0 g/KgBB dapat diberikan setiap 1-4 jam
Pendapat ahli menyarankan bahwa dosis berulang aang aktif hanya dipertimbangkan pada pasien dengan kemungkinan toksin yang bersifat letal dengan waktu paruh yang lama dan toksin yang berada pada sirkulasi enterohepatik (karbamazepin, phenobabitone, theophyline, digoksin, dapsone, quinine dan racun tumbuhan
Penggunaan dosis arang aktif berulang dapat menyebabkan aspirasi, konstipasi, impaksi dan obstruksi
Absorbsi toksin dapat dikurangi dengan berbagai metode. Metode rasional lainnya adalah meningkatkan eliminasi toksin yang telah diabsorbsi oleh tubuh
Metode yang efektif untuk meningkatkan ekskresi adalah dengan diuresis alkalin dengan meningkatkan pH urin, hemodialisa, hemoperfusi, hemofiltrasi, dan transfusi tukar
Alkalinisasi urin merupakan metode untuk meningkatkan eliminasi toksin asam lemah dengan mengurung toksin dalam kompartemen urin alkali. Metode ini hanya direkomendasikan sebagai tatalaksana lini pertama keracunan salisilat derajat sedang dan berat dan terapi lini kedua intoksikasi florida, metotreksat, fenobarbital, paraquat atau diquat dan mecoprop.
Metode ini dikontrakindikasikan pada pasien yang datang dengan gangguan fungsi urin dan riwayat penyakit jantung.
Terapi Spesifik
Hal yang penting adalah tidak membuang-buang waktu untuk mencari antidotum karena antidotum hanya tersedia untuk sedikit racun, dan pengobatan kebanyakan kasus intoksikasi adalah pengobatan suportif. Jika toksin dapat diidentifikasi, terapi spesifik menggunakan antidotum harus dilakukan.
Klinisi harus memperhatikan indikasi spesifik dan kontraindikasi yang berhubungan dengan pemberian antidotum.
Beberapa antidotum yang dapat diberikan pada intoksikasi akut ditunjukkan pada tabel 3 berikut
Labetolol atau fentolamin dengan esmolol, metoprolol dan penyekat beta selektif lainnya
Digoksin
Antibodi Digoksin Fab
Iron (zat besi)
Deferoksamin
Isoniazid
Piridoksin
Timbal
BAL, EDTA, DMSA
Merkuri
Dimerkaprol, DMSA, penisilamin
Opioid
Nalokson
Agen hipoglikemik oral
Dekstrose 50%, oktride
Organofosfat dan karbamat
Atrofin dan pralidoksime
SSRI
Klorpromazin
Antidepresan trisiklik
Natrium bikarbonat
Alkohol toksik
Drip etanol, dialisis
Terapi Suportif pada pasien Intoksikasi Akut
Tujuan dari terapi suportif pada intoksikasi akut adalah untuk mempertahankan fungsi organ vital hingga toksin tereliminasi dari tubuh dan pasien kembali mencapai fungsi fisiologis normal
Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa harus dipantau pada seluruh pasien dengan intoksikasi akut
Panduan yang paling penting pada kasus intoksikasi akut adalah “Obati pasien bukan menghilangkan toksinnya”.
Daftar Pustaka
Koduri PR, Kedar PS, Warang P. Erythrocytosis, methemoglobinemia, and the saturation gap. Ann Hematol. 2015;94(3):509–10.
Senthilkumaran S, Balamurugan N, Ananth C, Thirumalaikolundusubramanian P. Methemoglobinemia and bedside diagnostic test: ready for prime time. J Postgrad Med. 2014;60:213–4.
Savitt DL, Hawkins HH, Roberts JR. The radiopacity of ingested medications. Ann Emerg Med. 1987;16:331–9.
Senthilkumaran S, Balamurgan N, Arthanari K, Thirumalaikolundusubramanian P. Lead aVR in tricyclic antidepressant overdose: need for a more respectable look. JIACM. 2010;11:131–2.
Vale JA, Kulig K, American Academy of Clinical Toxicology, European Association of Poisons Centres and Clinical Toxicologists. Position paper: gastric lavage. J Toxicol Clin Toxicol. 2004;42(7):933–43.
Höjer J, Troutman WG, Hoppu K, Erdman A, Benson BE, Mégarbane B, Thanacoody R, Bedry R, Caravati EM, American Academy of Clinical Toxicology, European Association of Poison Centres and Clinical Toxicologists. Position paper update: ipecac syrup for gastrointestinal decontamination. Clin Toxicol (Phila). 2013;51(3):134–9.
Chyka PA, Seger D, Krenzelok EP, Vale JA, American Academy of Clinical Toxicology, European Association of Poisons Centres and Clinical Toxicologists. Position paper: single- dose activated charcoal. Clin Toxicol (Phila). 2005;43(2):61–87.
Proudfoot AT, Krenzelok EP, Vale JA. Position paper on urine alkalinization. J Toxicol Clin Toxicol. 2004;42(1):1–26.
Darracq MA, Cantrell FL. Hemodialysis and extracorporeal removal after pediatric and adolescent poisoning reported to a state poison center. J Emerg Med. 2013;44(6):1101–7.
Ghannoum M, Gosselin S. Enhanced poison elimination in critical care. Adv Chron Kidney Dis. 2013;20(1):94–101.
Smollin CG. Toxicology: pearls and pitfalls in the use of antidotes. Emerg Med Clin North Am. 2010;28(1):149–6.
Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga menjadi Peserta Terbaik Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 4 Tahun 2024 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.