Hipotermia: Diagnosis dan Tatalaksana

Hipotermia: Diagnosis dan Tatalaksana

Hipotermia adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan suhu tubuh secara involunter hingga < 35 °C.

Klasifikasi Hipotermia

  • Ringan (stadium I) 32-35 °C
  • Sedang (stadium II) 28-32 °C
  • Berat:
    • Stadium III < 28 °C
    • Stadium IV < 24 °C
  • Hipotermia Primer
    • Disebabkan oleh paparan dingin (lingkungan) yang berlebihan yang mengganggu kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu dalam batas normal.
  • Hipotermia Sekunder
    • Gangguan termoregulasi atau peningkatan kehilangan panas tubuh.

 

Evaluasi Pasien dengan hipotermia

  • Pada pasien dengan sangkaan hipotermia, lakukan pengukuran suhu tubuh:
    • Dengan probe esofagus bila jalan napas aman
    • Dengan termometer epitimpani pada pasien yang mengalami gangguan jalan napas dan jika telingan dapat terisolasi dari lingkungan dingin
  • Jangan lakukan pengukuran suhu tubuh dengan termometer rektal hingga pasien berada di lingkungan yang hangat
  • Manifestasi klinis bervariasi dengan keparahan hipotermia:
    • ringan: menggigil kuat dan kulit menjadi dingin
    • sedang: perubahan status mental (amnesia, kebingungan, apatis), bicara tidak jelas, hiporefleks, dan kehilangan koordinasi motorik halus, menggigil tidak sekuat derajat ringan
    • berat: tidak menggigil dan tampak kulit edema karena dingin, tidak ada refleks, oliguria, pupil dilatasi terfiksir, hipotensi, edema paru, dan bradikardia.
  • Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan kadar serum:
    • Kalium
    • Laktat
    • pH darah, dan
    • pemeriksaan lainnya bila mengarah pada hipotermia sekunder
  • pertimbangkan pemeriksaan EKG – temuannya tidak spesifik, termasuk:
    • kompleks QRS dengan amplitudo rendah
    • Gelombang J klasik (Gelombang Osborn), tipikal tampak pada suhu < 33 °C dan semakin jelas apabila suhu tubuh semakin turun.

 

Prinsip Tatalaksana

  • Tatalaksana umum untuk pasien dengna kondisi ini termasuk:
    • Berikan penutup (insulasi) pada seluruh tubuh dan coba untuk menghangatkan pasien tampa menunda pemberian Resusitasi Jantung Paru dan transportasi ke lingkungan yang lebih hangat.
    • Periksa nadi selama 1 menit sebelum memulai RJP
    • Jika teraba nadi, tatalaksana penyebab hipotermia sekunder.
  • Tatalaksana tambahan lainnya bergantung pada tingkat keparahan:
    • ringan (stadium I)
      • Berikan penghangat pasif dan non invasif (lingkungan yang hangat, baju, dan minuman hangat) dan upayakan untuk bergerak aktif.
      • Potong pakaian yang basah ketika pasien berada di lingkungan yang hangat.
      • Berikan cairan berkarbohidrat tinggi dan makan untuk mencoba memberikan upaya kewaspadaan pada pasien yang sedang menggigil dan tidak memiliki risiko aspirasi
      • Transfer pasien ke rumah sakit bila tidak dapat memberikan penghangat di lokasi kejadian.
    • sedang (stadium II)
      • Posisikan pasien horizontal dengan gerakan sedikit dan upayakan kewaspadaan dan fokus
      • Pasien harus ditangani secara lembut dan immobile ketika di transfer ke rumah sakit untuk mencegah aritmia
      • Pertimbangkan untuk insulasi seluruh tubuh dan penghangat aktif (teknik ekternal dan minimal invasif)
    • berat (stadium III)
      • Pertimbangakan manajemen jalan napas sebagai tambahan untuk manajemen stadium 2.
      • Pertimbangkan pemberian teknik penghangat invasif seperti oksigenasi membran ekstrakorporeal atau bypass kardiopulmuner jika instabilitas kardiak refrakter terhadap terapi medis.
        • Teknik penghangat invasif dapat dilakukan dengan pemberian cairan IV hangat
          • Cairan hingga 38-42 °C untuk menghindari eksaserbasi kehilangan panas
          • NaCl 0,9% 40-42 °C dan berikan secara hati-hati untuk mencegah overload cairan
          • Pemberian cairan kristaloid hangat harus berdasarkan status hidrasi pasien, kadar gula darah, elektrolit, dan pH darah pasien.
        • Pertimbangkan metode intraosseus jika tidak dapat dilakukan pemasangan infus IV
        • Vasopresor dapat digunakan secara hati-hati untuk mengatasi hipotensi vasodilator, waspadai tercetusnya aritmia atau gangguan perfusi jaringan perifer
        • Pertimbangakan untuk menghindari obat vasoaktif hingga suhu tubuh pasien ≥ 30°C
      • Berikan kejutan tunggal dan tenaga maksimal menggunakan defibrilator untuk kondisi VT atau VF
    • berat (stadium IV)
      • Sebagai tambahan dari manajemen stadium 3, maka:
        • Lakukan RJP atau defibrilasi dan berikan epinefrin 1 mg hingga 3 dosis (dan lebih jika memiliki indikasi klinis)
        • Pertimbangakan untuk menghangatkan tubuh via oksigenasi membran ektrakorporeal atau bypass kardiopulmuner
      • Lanjutkan RJP hingga pasien hangat bahkan ketika pasien menunjukkan:
        • Dilatasi pupil terfiksir dan tampak rigor mortis
        • Jangan lakukan RJP bila pasien memiliki cedera parah atau dinding dada terlalu kaku untuk kompresi dada.

 

Referensi:

  1. Brown DJ, Brugger H, Boyd J, Paal P. Accidental hypothermia. N Engl J Med. 2012 Nov 15;367(20):1930-8
  2. Zafren K, Giesbrecht GG, Danzl DF, Brugger H, Sagalyn EB, et al. Wilderness Medical Society practice guidelines for the out-of-hospital evaluation and treatment of accidental hypothermia: 2014 update. Wilderness Environ Med. 2014 Dec;25(4 Suppl):S66-85 full-text
  3. Petrone P, Asensio JA, Marini CP. Management of accidental hypothermia and cold injury. Curr Probl Surg. 2014 Oct;51(10):417-31

 

Pedoman dan Tinjauan Pustaka Lainnya terkait kondisi ini dapat dilihat pada link berikut:

Pedoman Klinis 

Amerika Serikat

American Academy of Pediatrics (AAP) clinical report on hypothermia and neonatal encephalopathy can be found in Pediatrics 2014 Jun;133(6):1146 full-text

Inggris

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) guideline on hypothermia: prevention and management in adults having surgery can be found at NICE 2016 Dec:CG65 PDF

Kanada

University of Toronto evidence-based guideline on prevention of perioperative hypothermia can be found in J Am Coll Surg 2009 Oct;209(4):492 or at University of Toronto 2008 Apr 15 PDF

Eropa

S3 Leitlinie Vermeidung von perioperativer Hypothermie finden Sie unter AWMF 2014 PDF [Deutsch]

Australia dan Selandia Baru

Queensland Health Primary Clinical Care Manual: emergency can be found at Queensland 2016 PDF

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Artikel Terkait