Judul di atas bukan suatu mitos semata melainkan suatu fakta yang sebenarnya cukup menyakitkan bagi bangsa Indonesia. Seandainya, The Guinness Book of Records memberikan catatannya maka tentu saja Indonesia akan mendapatkan rekor untuk kejadian luar biasa salah satu infeksi saluran napas atas yang dapat dicegah dengan pemberian vaksin yang disebut Difteri ini.
Merujuk kepada pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahwa per Desember 2017, kejadian luar biasa (KLB) difteri di Indonesia paling tinggi di dunia. KLB difteri terjadi di 28 provinsi serta 142 kabupaten/kota.
Pada periode yang sama, Desember 2017, Ikatan Dokter Indonesia menyatakan bahwa sudah 38 anak yang meninggal dunia karena difteri. Sementara 600 anak masih dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sama.
Sayangnya, meskipun begitu banyak angka KLB infeksi saluran napas ini, masyarakat Indonesia kurang terlalu tertarik untuk mempelajari apa itu difteri. Silakan saja Anda kunjungi link berikut.
https://trends.google.co.id/trends/yis/2017/ID/
Link di atas akan membawa Anda ke halaman Google Trends di Indonesia (kata kunci dengan pencarian terbanyak pada tahun 2017). Apakah Anda menemukan kata Difteri di sana?
Anda tidak akan menemukannya bila tampilan situs Google Trends tersebut sama dengan tampilan ketika Saya menulis artikel ini.
Kata kunci Difteri hanya mendapatkan popularitas pencariannya pada pertengahan Desember 2017 saja. Lalu, apa itu Difteri dan mengapa Saya menyatakan bahwa Indonesia memiliki Outbreak Difteri terburuk sepanjang sejarah dunia?
Difteri merupakan infeksi saluran napas atas (hidung dan tenggorokan) yang serius yang disebabkan oleh strain bakteri Corynebacterium diphtheriae yang dapat memproduksi toksin (racun).
Infeksi karena toksin ini akan menyerang membran mukosa saluran napas atas dan menyebar dengan mudah dari satu orang ke orang lainnya.
Tapi, dapat dicegah dengan vaksinasi difteri.
Lalu, mengapa Saya menyatakan bahwa ini adalah wabah KLB terburuk pada generasi Z?
Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa IDAI juga berangapan bahwa KLB ini merupakan yang terbesar di bandingkan dengan KLB di negara lainnya.
Secara epidemiologi, distribusi geografis infeksi ini dapat ditemukan di seluruh dunia. Kejadian (prevalensi/insidensi) terbesarnya berada pada negara dengan iklim tropis karena suhunya lebih panas.
Infeksi ini sangat jarang juga ditemukan di negara dengan vaksinasi yang baik.
Untuk rekor “Outbreak Terburuk Sepanjang Sejarah Dunia” mari kita bandingkan dengan beberapa Outbreak lainnya yang tercatat dari seluruh dunia.
Outbreak terbesar terjadi pada tahun 1995 di Uni Soviet, dimana ditemukan 47.802 kasus dengan 1746 kematian pada 14 dari 15 negara bagian di Uni Soviet.
Corynebacterium diphtheriae adalah kuman yang bertanggung jawab atas wabah ini.
Bakteri ini merupakan bakteri batang gram positif aerob. Tapi, hanya strain yang memproduksi toksin (racun) yang menyebabkan penyakit parah.
Bakteri ini dapat ditularkan melalui droplet pernapasan di udara antara satu orang dengan orang yang lain.
Selain melalui droplet di udara, kuman ini juga dapat ditularkan melalui kontak langsung via kulit.
Masa inkubasi kuman ini adalah 2-5 hari dengan rentang 1-10 hari.
Orang yang telah terinfeksi dapat menyebarkan bakteri sekitar 2 minggu (atau bahkan hingga 4 minggu) jika tidak diberikan antibiotik.
Bakteri ini pada umumnya menginfeksi hidung dan tenggorokan. Toksin yang diproduksi dapat menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan lapisan bercak putih tipis pada daerah:
Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi mengancam jiwa seperti:
Gejala akan muncul 2 sampai 5 hari setelah terinfeksi. Beberapa orang tidak akan merasakan gejala.
Atau hanya merasakan gejala ringan sama seperti infeksi saluran napas atas atau flu.
Gejala atau tanda yang umumnya terlihat pada penderita difteri adalah lapisan bercak putih pada tenggorokan dan tonsil. Gejala lainnya yang dapat muncul antara lain:
Bila Anda merasa yakin bahwa gejala yang sedang Anda atau anak anda alami adalah mirip dengan gejala difteri, maka sebaiknya segera ke dokter.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa terutama pada daerah hidung, tenggorokan, kepala, dan leher.
Dokter juga akan menanyakan seputar gejala yang di alami secara lebih rinci.
Dokter akan memberikan sangkaan bahwa Anda penderita difteri apa bila melihat lapisan bercak putih menyelubungi tenggorokan atau tonsil.
Bila hal ini terjadi maka dokter akan merujuk Anda ke Rumah Sakit yang dapat melakukan pemeriksaan terhadap sampel bercak pada tenggorokan atau tonsil tersebut untuk memastikan diagnosis.
Infeksi ini merupakan kondisi yang serius. Di negara maju seperti Amerika Serikat, penderita difteri akan mendapatkan anti toksin dan anti biotik.
Anti toksin diberikan berasal dari kuda. Antibiotik yang dapat diberikan berupa eritromisin per oral atau injeksi selama 14 hari atau procaine penicillin G setiap hari selama 14 hari.
Selama perawatan maka dokter akan meminta anda untuk berada di rumah sakit dan di rawat di ruang perawatan khusus sehingga tidak menularkan kuman kepada orang lain.
Difteri dapat dicegah dengan vaksin dan antibiotik
vaksinasi difteri dengan menggunakan vaksin DPT dilakukan dalam usia bayi dua, tiga, dan empat bulan. Vaksin ini merupakan upaya proteksi terhadap penyakit difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertussis) dan diberikan sesuai dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2017. Jika vaksin yang diberikan jenis DTPa, maka vaksin diberikan pada usia 2, 4, & 6 bulan.
Anak berusia 7 tahun ke atas dan orang dewasa direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi Td atau Tdap. Dilanjutkan vaksinasi ulang (booster) minimal setiap 10 tahun sekali.
Referensi: