Asam Urat: Berhenti Menyalahkan Makanan Anda

Anda atau anggota keluarga Anda pernah menderita serangan asam urat (gout) sebelumnya? Kondisi ini sangat menyakitkan, melemahkan anggota gerak, dan dapat dipastikan sebagai suatu kejadian yang tidak ingin diulangi oleh siapa pun.

 

Terdapat sebuah stigma di masyarakat bahwa makanan yang dikonsumsi adalah penyebab dari serangan gout ini.

 

“Jangan makan kacang terlalu banyak, nanti asam uratnya kumat.”

 

Pernahkah Anda mendengar pernyataan tersebut? Atau malah Anda yang menyampaikannya kepada salah satu anggota keluarga Anda yang menderita kondisi ini.

 

Konsumsi diet dan juga konsumsi alkohol secara luas diyakini sebagai penyebab salah satu radang sendi ini.

 

Keyakinan ini telah ada selama berabad-abad. Serangan gout ini bahkan pernah menjadi simbol status.

 

Orang-orang yang menderita gout dinilai sebagai orang-orang yang memiliki kekayaan karena gout identik dengan pola makan enak dan biasanya lebih sering terjadi pada orang kaya.

 

Tapi, apakah benar demikian?

 

Apakah benar diet atau konsumsi makanan tertentu berefek terhadap gangguan sendi ini?

 

Beberapa makanan, seperti kacang yang telah disebutkan di atas bahkan tidak diragukan lagi dianggap sebagai faktor yang memberatkan.

 

Tapi, komponen keturunan atau genetik juga telah ditemukan mempengaruhi kejadian gout pada seseorang.

 

Tapi, kontribusi baik genetik dan pilihan makanan yang Anda konsumsi belum dapat dipahami dengan baik.

 

Sebelum melanjutkan membaca kami juga memiliki penjelasan terkait perbedaan penyakit gout dan penyakit rematik melalui tayangan video berikut ini:

Hasil Penelitian Terbaru

asam urat dan genetik

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa:

 

MAKANAN YANG ANDA KONSUMSI HANYA MEMILIKI EFEK KECIL TERHADAP KEJADIAN SERANGAN GOUT YANG ANDA RASAKAN.

 

FAKTOR KETURUNAN ATAU GENETIK ADALAH HAL YANG PALING UTAMA YANG MENYEBABKAN ANDA MENDERITA SERANGAN GOUT.

 

Jadi, bila Anda pernah menderita serangan asam urat dan makanan favorit Anda adalah kacang haruskah Anda tidak lagi makan kacang “SELAMANYA”?

 

Bila Anda ingin tahu jawabannya silakan baca artikel ini sampai selesai.

 

 

Apa itu serangan asam urat atau gout?

asam urat

Serangan gout adalah konsekuensi dari kelebihan jumlah asam urat dalam darah.

 

Asam urat sesungguhnya merupakan salah satu produk yang dihasilkan tubuh. Produk ini menjadi bagian dari hasil metabolisme dan biasanya dibuang dari tubuh melalui air seni.

 

Jumlahnya sangat terbatas di dalam darah. Tapi, ketika produk ini mengkristal dan keluar dari dalam aliran darah menjadi kristal urat di sendi atau kulit, kondisi ini yang menyebabkan peristiwa gout.

 

Sebagian besar (hampir setengah dari seluruh kasus) kristal urat ini akan mengendap di jempol kaki.

 

Kondisi ini akan menunjukkan tanda dan gejala radang sendi yang muncul tiba-tiba. Bengkak dan bahkan kemerahan pada kulit menjadi lokasi penumpukan kristal urat. Kondisi ini dapat hilang dengan sendirinya.

 

Konsumsi obat-obat tertentu dapat membantu mengurangi rasa nyeri sendi dan mempercepat proses penyembuhan.

 

Pengobatan kondisi gout berfokus untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan.

 

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS), obat steroid, dan kolkisin adalah obat-obat yang sering digunakan untuk mengatasi kondisi ini.

 

Sebagian besar penderita kondisi ini harus menjalani pengobatan kurang lebih selama satu minggu sebelum gejalanya benar-benar menghilang.

 

Saat ini, telah ditemukan beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang Anda mengalami serangan asam urat. Faktor risiko tersebut adalah:

  1. Jenis kelamin (laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan)
  2. Peningkatan usia (usia tua lebih sering dibandingkan usia muda)
  3. Suku, ras, dan etnis
  4. Genetika (akan dibahas pada artikel ini)

 

Ketika seseorang mengalami satu serangan gout maka orang tersebut akan memiliki risiko mengalami serangan tersebut kembali. Peristiwa ini disebut sebagai kambuh.

 

Fokus pengobatan berikutnya adalah pencegahan serangan gout.

 

Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menurunkan kadar asam urat dalam darah.

 

Penurunan ini dapat dicapai dengan pengobatan atau perubahan gaya hidup.

 

Menurunkan berat badan bila mengalami berat badan berlebih atau obesitas dapat menurunkan kadar asam urat.

 

Obat-obatan juga dapat digunakan untuk mengurangi kadar produk metabolisme ini.

 

Meskipun demikian, diet atau apa yang dikonsumsi dan risiko gout telah dikaitkan selama berabad-abad.

 

Konsumsi daging merah, makanan laut (kerang, kepiting, cumi-cumi, udang, dan lain-lain), alkohol, minuman manis telah dikaitkan dengan risiko serangan asam urat.

 

Benarkah diet atau apa yang kita makan sangat erat kaitannya dengan kondisi serangan asam urat?

 

Mari kita lihat, bukti ilmiah yang ditunjukkan oleh penelitian yang meneliti kontribusi relatif dari diet dan genetika terhadap kadar asam urat pada orang-orang sehat.

 

 

Penelitian Tentang Asam Urat Terbaru

makanan dan asam urat

Penelitian terbaru ini berjudul “Evaluation of the diet wide contribution to serum urate levels: meta-analysis of population based cohorts“. Pada intinya penelitian ini meneliti tentang kontribusi diet terhadap kadar asam urat.

 

Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal The BMJ oleh Tanya J Mayor dan rekan.

 

Penelitian ini adalah sebuah meta analisis, salah satu tingkat teratas untuk bukti ilmiah, yang melakukan analisis terhadap 5 penelitian berbeda tentang efek diet terhadap kadar asam urat.

 

Secara total, para peneliti memiliki data lebih dari 16.000 orang (terutama orang Eropa) yang tidak menderita gout dan tidak mengonsumsi obat yang mempengaruhi kadar asam urat.

 

Hasil dari penelitian ini antara lain:

 

Diet dan Asam Urat

kacang dan asam urat

Lima belas makanan ditemukan secara signifikan terkait dengan kadar asam urat darah baik pada kelompok laki-laki dan perempuan.

 

Lima belas makanan tersebut antara lain:

 

Makanan yang meningkatkan:

  • Bir
  • Minuman Beralkohol
  • Anggur (Wine)
  • Kentang
  • Unggas
  • Minuman ringan/Minuman kaleng
  • Daging Merah (daging sapi, babi, domba)

 

Makanan yang menurunkan:

  • Telur
  • Kacang-kacangan
  • Sereal dingin
  • Susu skim
  • Keju
  • Roti coklat
  • Margarin
  • Buah non-jeruk

 

Penelitian ini membagi perbedaan antara pria, wanita, dan kohort penuh, serta hubungan dengan skor diet yang berbeda.

 

Bila Anda ingin melihat hasil lengkapnya silakan unduh gambarnya pada link dibawah ini.

Unduh gambar versi besar di sini

 

Yang luar biasa dari penelitian ini adalah betapa sederhananya dan kecilnya efek makanan terhadap kadar asam urat serum, baik secara individu dan secara total:

 

“Secara individual, 14 item makanan yang terkait dengan kadar asam urat dalam kohort lengkap menunjukkan 0,06% hingga 0,99% dari variasi kadar serum asam urat, dan 3,28% variasi keseluruhan berdasarkan hasil penjumlahan (tabel 1). Semua 63 item makanan, ketika dijumlahkan, menjelaskan 4,29% variasi dalam kadar asam urat serum. Kelompok makanan (buah, sayuran, daging, dan produk susu) menjelaskan antara 0,16% dan 0,52% variasi kadar asam urat serum.”

 

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa:

 

Efek genetika jauh lebih besar dibandingkan efek makanan yang dikonsumsi.

 

“30 varian genetik yang sebelumnya dikaitkan dengan kadar urat serum pada tingkat signifikansi luas pada genom di Eropa menjelaskan peningkatan 8,7% dari varian kadar asam urat serum dalam kohort penuh.”

 

 

Kesimpulan

Pilihan makanan individu berkontribusi tidak lebih dari 1% dari efek pada kadar asam urat serum, dan diet secara keseluruhan tampaknya memiliki pengaruh yang sangat kecil.

 

Faktor genetik, sebaliknya, sangat berkorelasi dan secara keseluruhan bertanggung jawab atas lebih dari 20% variasi.

 

Meskipun ini bukan studi tentang pasien dengan gout, atau perbandingan perubahan pola makan vs manajemen obat, Penelitian ini memang memberikan pengetahuan lebih lanjut terkait kebutuhan obat untuk membantu dalam pengobatan pasien dengan serangan gout.

 

Penelitian ini juga memberikan jaminan kepada pasien dan penyedia layanan kesehatan bahwa, seperti banyak kondisi medis lainnya, “menyalahkan pasien” karena makanan yang mereka konsumsi mungkin merupakan suatu kesalahan.

 

Semoga bermanfaat

 

Bila Anda memiliki pertanyaan atau berbagai hal lainnya yang terkait dengan artikel ini silakan tulis di kolom komentar.

 

[su_spoiler title=”Referensi ” style=”fancy”]

Evaluation of the diet wide contribution to serum urate levels: meta-analysis of population based cohorts

[/su_spoiler]

Dr. Rifan Eka Putra Nasution, CPS., CTPS. Lahir di Aek Kanopan, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, 29 Oktober 1992. Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahiran lalu menyelesaikan pendidikan tingginya pada Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Dr. Rifan mendapatkan medali Emas pada Olimpiade Kedokteran Regional Sumatera Pertama untuk cabang Kardiovaskular-Respirologi dan menghantarkan dirinya menjadi Mahasiswa Berprestasi Universitas Syiah Kuala pada tahun 2013. Pada tahun 2014, ia mendapatkan penghargaan Mahasiswa Kedokteran Berprestasi Se-Sumatera dari ISMKI Wilayah I. Beliau juga menjadi Peserta Terbaik Pelatihan Kepemimpinan Administrator Angkatan 4 Tahun 2024 di Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau juga aktif menulis di Media Online dan Situs Kedokteran dan Kesehatan lainnya dan juga memiliki ketertarikan terkait proses pembelajaran serta ilmu komunikasi terutama terkait dengan public speaking.

Anda Juga Mungkin Suka
Remisi Penyakit Spontan & Efek Placebo

Remisi Penyakit Spontan & Efek Placebo

Mengapa Kita Mudah Tertipu Disinformasi Kesehatan?

Mengapa Kita Mudah Tertipu Disinformasi Kesehatan?

Klaim Menakjubkan Membutuhkan Fakta Ilmiah yang Menakjubkan Pula

Klaim Menakjubkan Membutuhkan Fakta Ilmiah yang Menakjubkan Pula

Penipuan Alat Kesehatan & Cara Menghindarinya

Penipuan Alat Kesehatan & Cara Menghindarinya

Menyoal Buah Tanpa Biji & Efeknya Bagi Kesehatan

Menyoal Buah Tanpa Biji & Efeknya Bagi Kesehatan

Pseudosains dan Ilmu Kedokteran – Mitos VS Fakta Ilmiah

Pseudosains dan Ilmu Kedokteran – Mitos VS Fakta Ilmiah